Site icon TAJDID.ID

Ulasan terkait Konflik Internal Partai Golkar

Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto bersama Presiden Jokowi.

TAJDID.ID~Medan || Dinamika politik di internal Partai Golongan Karya (Golkar) sedang menghangat. Ini tak lepas dari adanya desakan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) dari sejumlah tokoh senior partai tersebut.

Menaggapi hal tersebut, dosen FISIP UMSU, Shohibul Anshor Siregar mengatakan, pada setiap partai pasti selalu terdapat perselisihan pemikiran yang serius. Sebagian dapat diakomodasi melalui manajemen kepartaian, dan biasanya sebagian lainnya tetap tersisa sebagai potensi laten perpecahan.

“Hal kedua itulah yang kini bekerja dalam konflik terbuka Partai Golkar,” kata Shohibul, Sabtu (29/7/2023)

Menurut Ketua LHKP PW Muhammadiyah Sumut ini, resolusi konflik internal Partai Golkar sepanjang sejarah tampaknya selalu berakhir dengan salah satu dari dua skenario.

Pertama, memutus mata rantai pengaruh figur pembangkang dengan dalih konsolidasi partai, revitalisasi, restrukturalisasi atau apa pun namanya.

“Figur-figur kadar die hard yang terkena ‘kebijakan’ sebetulnya tidak pernah berhenti berhitung meski silence di dalam tubuh organisasi,” sebutnya.

Kedua, eksodus (pindah partai atau mendirikan partai baru). Beberapa di antaranya ialah Wiranto, Prabowo Subianto, Surya Paloh, dan lain-lain.

“Untuk tingkat lokal (Sumut) mungkin orang masih ingat nama Kolonel (Purn) H Mudyono dan H Abdul Wahab Dalimunthe. Keduanya sama-sama pernah menjadi Ketua DPD Golkar Tingkat I Sumut dan Ketua DPRD Provinsi Sumatera Utara,” ungkap Shohibul.

Menurut Shohibul, lazimnya ada tak hanya timing, situasi dan kondisi, melainkan juga stimulus politik dan kekuatan eksternal tertentu yang memungkinkan rasionalitas pilihan para “pembangkang” internal yang selama ini menyimpan perasaan tak puas sebagai potensi laten perpecahan.

“Timing menunjukkan agenda tetap konflik terbuka partai ialah saat musyawarah pergantian pengurus, penentuan caleg dan penentuan calon untuk eksekutif untuk setiap tingkatan. Ini bukan khas Golkar, melainkan seluruh partai di Indonesia,” jelasnya.

Situasi menunjukkan hasil evaluasi tentang kepemimpinan. Kemasuk-akalan dan ketidak-masuk-akalannya selalu tergantung pada logika yang dibangun dan pewacanaan. Jadi konstruksi dan framing selalu bermain dalam hal ini.

“Contoh terbaik untuk faktor stimulus eksternal ialah ‘begal’ partai yang dilakukan oleh Kepala KSP Moeldoko. Kader-kader ‘pembangkang’ jelas beroleh energi besar dan ‘keberanian’ hanya karena stimulus eksternal,” kata Shohibul.

Shohibul melihat, konflik Golkar saat ini sepertinya memenuhi ketiga faktor yang dijelaskan tadi (timing, situasi dan stimulus eksternal). Timingnya menjelang pemilu (tahun politik yang lazim mementaskan anomali politik), situasi (Airlangga Hartarto, antara lain, sampai sejauh ini memperlihatkan tanda-tanda kuat bakal tidak berhasil merealisasikan keputusan menjagokan kader Golkar untuk Pilres).

“Sekarang tentang stimulus eksternal. Meski begitu samar, namun banyak opini yang tuduhannya mengarah pada keinginan menyederhanakan rivalitas pilpres 2024 dan rasanya hal itu sukar dibantah,” tandasnya.

Lebih lanjut Shohibul menilai, kader-kader Golkar banyak yang sangat mandiri dalam arti memiliki kedewasaan bermain dan daya tahan serta kemampuan sumberdaya sangat terandalkan dalam rivalitas pemilu. Meski tanpa kecanggihan koordinasi dari organisasi, para kader itu tetap memiliki optimisme memanfaatkan peluang dalam pemilu.

“Tetapi kekisruhan yang terjadi pasti menyita waktu dan pikiran sehingga energi teralihkan dari tugas dan misi utama mendesak, yakni menghadapi pemilu,” jelasnya.

Perlu diingat, kata Shohibul, bahwa DPD Tingkat I se Indonesia pastilah bersifat adaptif terhadap perkembangan yang didisain dari Jakarta.

“Meski akan disebut sebagai situasi wait and see, namun sangat sukar diterka apakah mereka akan gesit mempertahankan Ketum mereka dari ancaman pendongkelan atau justru sebaliknya,” kata Shohibul.

“Situasi seperti ini lazimnya sangat rawan atas “faktor politik pembungkam”, seperti transaksi material dan lain-lain,” pungkasnya. (*)

Exit mobile version