TAJDID.ID~Medan || Founder Ethics of Care, Farid Wajdi mengatakan, aksi teror pembegalan oleh geng motor dan penyerangan menggunakan senjata tajam makin marak selama lebih enam bulan terakhir.
“Situasi tersebut sangat meresahkan warga. Serangan yang dilakukan secara acak itu sudah banyak menimbulkan korban luka hingga meninggal,” ungkap Farid, Ahad (2/7/2023).
Farid mengungkapkan, gangguan keamanan ini terjadi di tengah upaya pemulihan ekonomi pasca-Covid-19. Penyerangan tak hanya dilakukan di tempat sepi dan malam hari, tak hanya di kota besar tetapi juga sudah menyasar ke perkampungan warga.
“Banyak warga mengeluhkan kondisi ini. Menurut warga kalau begini terus, mereka khawatir pulang malam,” sebut Farid.
Padahal, lanjut Farid, kadang aktivitas membuat warga harus pulang malam. Masalahnya, aksi begal sudah menyasar semua tempat, tak ada istilah titik rawan, tersebab semua tempat sudah rawan.
“Warga berteriak, sekarang pulang malam seperti jadi horor. Horor begal seperti teror yang berhasil membuat takut, sehingga aktivitas warga menjadi mati suri,” kata Farid.
Menurut Farid, aksi kejahatan jalanan alias begal perlu lebih fokus untuk menangani pemberantasan kejahatan jalanan tersebut. Terakhir aksi begal kepada seorang pengendara motor di lintasan Lubuk Pakam-Batang Kuis pada Sabtu (1/7) kemarin. Selain kehilangan kendaraan, korban juga harus dibawa ke rumah sakit.
“Para begal tak pernah memilih korbannya, siapa saja dapat jadi korban. Yang pasti korban begal terus berjatuhan dan aksi kejahatannya bagai teror tak berkesudahan,” ujarnya.
PR Kapolda Baru
Untuk itu, kata Farid, Kapolda Sumut yang baru harus semakin sigap mengantisipasi agar kasus begal tidak leluasa melakukan terornya. Diingatkannya, beberapa kejahatan yang sudah tergolong penyakit masyarakat seperti judi, narkoba dan begal sepertinya belum ditangani dengan serius dan terkoordinasi.
“Bagi Kapolda baru kejadian itu bagai pekerjaan rumah/PR yang harus dituntaskan. Tidak ada toleransi untuk kelompok begal dan penyakit sosial lainnya,” tegas Farid.
“Sekali lagi, tindakan tegas terukur, massif dan berkelanjutan adalah kunci untuk mempersempit ruang gerak begal/geng motor,” imbuhnya.
Dalam kondisi seperti saat ini, selain pelibatan masyarakat, menurut Farid patroli oleh aparat keamanan juga harus lebih rutin dilakukan. Publik percaya petugas kepolisian pasti sudah memetakan wilayah mana atau titik-titik yang rawan begal/penyerangan. Patroli harus memberi rasa aman dan nyaman di satu sisi, tapi mempersempit ruang gerak pelaku di sisi lain.
“Semboyan negara tidak boleh kalah dari begal/geng motor adalah patokan pemberantasan begal,” tandasnya.
Kapolda Sumut yang baru memiliki banyak PR akibat maraknya aksi teror kejahatan jalanan ini. Kapolda perlu pula mengeluarkan instruksi dan kebijakan kepada jajarannya agar lebih giat mengantisipasi, mencegah dan menindak aksi begal dan semua jenis kejahatan lainnya.
“Sepatutnya ujian pertama Kapolda Sumut baru adalah apakah aksi begal dapat diminimalkan atau justru semakin marak?,” kata Farid.
Ethics of Care menyarankan, kepolisian dan pemerintah harus dapat bersinergi guna memberi jaminan rasa aman kepada semua warga dalam segala situasi dan semua tempat. Semua unsur Forkopimda (Forum Komunikasi Pimpinan Daerah) Sumut harus duduk bersama untuk menyelesaikan horor begal dan teror psikologis ekses pelbagai kejahatan tersebut.
“Itu sebabnya perlu dilakukan koordinasi seluruh unsur Forkopimda di Sumut dan Forkopimda Kabupaten/Kota guna mengatasi teror para begal ini,” pungkas Farid. (*)