Site icon TAJDID.ID

Puisi~puisi Diktar

Tak Kuasa

Oleh: Diktar

Ketika tawa tak bisa lagi bisa menutup luka
Dan berpura-pura tak lagi ada artinya
Dalam kehidupan baru yang penuh tanda tanya
Memilih jalan entah kemana
Apakah menjadi baik tidak cukup?
Apakah mencari ketenangan dengan hal buruk salah?
Ah, kukira hidup semudah pikiranku dulu
Seorang anak kecil lugu yang mendambakan sebuah kedewasaan
Seiring berjalanya waktu yang tak bisa ditentu
Kini anak kecil yang menginginkan sebuah kedewasaan telah mencapai mimpinya
Ya, menjadi dewasa yang belum siap menderita
Menjadi dewasa yang selalu berlinangan air mata
Menjadi dewasa yang selalu ditipu dunia
Menjadi dewasa karena keadaan yang memaksa
Kukira, menjadi dewasa tak se menyeramkan ini
Tak se menakutkan ini
Tak se berantakan ini
Ternyata hal itu salah justru selalu saja ada masalah
Kadang merasa bangga dengan diri sendiri
Tak disangka bisa sampai dititik ini
18 tahun yang penuh suka, duka, dan lara
Kerasnya hidup yang membuatku bertahan sampai saat ini
Menjalani hari-hari dengan banyak hal baru
Membuatku lebih banyak belajar lagi tentang makna hidup yang sebenarnya

 

 

Intisari Hidup

Oleh: Diktar

Pada sebuah kesunyian malam
Dimana tak lagi terdengar suara semesta
Gelapnya langit sebagai penawar sakit
Karena keheningan adalah cara mengerti diri
Sebuah berita yang belum masuk logika
Tentang kehilangan insan tersayang
Tak bisa diulang hanya cukup dikenang
Mengiklaskan begitu menyakitkan
Belajar lebih tentang makna sabar
Karena sejatinya hidup pasti akan redup
Mengerti lebih arti kehidupan ini
Cukup tiga hal yang membuatmu tak pernah gagal
Tentang sabar, ikhlas, dan syukur
Sabar yang membuatmu lebih tegar
Ikhlas yang membuat hatimu lebih luas
Dan syukur yang menjauhkanmu dari kufur
Kunci hidup yang cukup sebelum kau kuncup
Menghadap sang Maha Yang Berkuasa
Pada semesta yang tak selamanya
Bekal untuk dialam yang pasti kekal
Sebelum kau dijemput oleh ajal

 

Diri Dan Sendiri

Oleh: Diktar

 

Nyatanya semakin dewasa semakin banyak hal yang luar biasa
Pikiran yang semakin tak karuan
Waktu tidur yang berantakan
Makan yang tak beraturan
Dan badan yang butuh lebih banyak rebahan
Kurasa sekarang yang dicari bukan lagi kebahagiaan
Tapi hanya sekadar ketenangan
Kini, teman sejati hanyalah kesepian
Kesepian yang entah akan sampai kapan
Terkadang yang dibutuhkan hanya seorang teman
Tatkala kesepian mulai datang diwaktu malam
Berat rasanya memendam semua beban sendirian
Tapi apa boleh buat, yang paling tahu diri kita sendiri yang diri sendiri dan Tuhan
Terlalu naif rasanya kalau kita tidak butuh tempat pulang
Dan ternyata rumah yang kita butuhkan tak selalu bebentuk bangunan
Rumah yang kukira tempat pulang ternyata penuh lelucon tak berpesan
Tak ada lagi tempat pulang yang berkesan
Selain kembali kepada Tuhan
Tempat mengadu setelah menjalani hari yang penuh beban
Malam menjadi saksi menetesnya air mata, menangisi keadaan
Disaat yang lain mulai terlelap tuk merebahkan badan
Aku justru mulai memikirkan tentang masa depan
Inti dari tulisan ini adalah aku yang kesepian
Dan butuh paling tidak seorang teman
Untuk saling bertukar cerita tentang kerasnya kehidupan
Diusia yang penuh dengan pikiran tak karuan

Pecah Yang Belah

Oleh: Diktar

Tatkala rumah tak lagi bisa untuk singgah
Dan jalanan merangkap menjadi teman saat gundah
Untuk sejenak melupakan lara
Walau akhirnya tak sembuh jua
Lelucon konyol itu kerap kali terjadi
Sorai dalam rumah kian menjadi
Sakit rasanya selalu menjadi saksi
Harta yang paling berharga kini hanya mimpi
Bapak pun memilih untuk berkelana
Entah wanita jalang mana yang membuatnya gila
Sedangkan ibu, kini sudah menyerah
Dengan penuh pasrah dan segenap hati yang tabah
Selesai sudah hidupku, gumamku saat itu
Mimpi burukku akhirnya terjadi juga
Dan mengapa ini terjadi disaat aku sedang membutuhkan mereka?
Mungkin ini rencana Tuhan yang tak pernah sekalipun terencana olehku
Menguras banyak waktu untuk bisa menerima
Sampai akhirnya aku menemukan jalanya
Memutuskan pergi dan hidup dalam pilihan sendiri
Tapi luka itu, takkan pernah pergi dan telah terukir dihati


Menjadi Aku

Oleh: Diktar

Pada hembusan angin dingin yang menyelinap kedalam tubuh dan menusuk batin
Kuucapkan banyak terima kasih pada diri yang penuh dengan arti
Pada terik sang surya yang mengubah warna kulit yang terkadang sakit
Kutanamkan syukur untuk tidak takabur dan tak menjadikan kufur
Pada purnama yang jelita, walaupun tak kerap kali ada
Kututurkan lara yang tersimpan dalam tawa
Pada setiap manusia yang pernah ada dan tiada
Ku berlega hati, telah mengusir duka meski tak lama
Teruntuk diriku hari ini dan kemarin, besok mungkin belum tentu ada
Apresiasi tertinngi atas segala pencapaian yang membawaku ke masa depan
Segala hal yang telah diraih kemarin, sangat perlu untuk dihargai
Bahkan aku bisa melakukanya sendiri dan bantuan Tuhan Yang Maha Tinggi
Tapi naasnya, sampai detik ini aku belum menemukan sejatinya diri dalam diri
Mencoba berbicara sendiri tentang diri sendiri
Mencari jati diri untuk bisa lebih mandiri
Mungkin butuh banyak waktu menyepi untuk bertanya pada diri
Tak melulu tentang manusia yang datang lalu pergi

Andika Tara atau penulis baru dengan nama pena Diktar ini adalah salah satu Mahasiswa semester 2 di Universitas Islam Negeri Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto dan mengambil jurusan Pendidikan Agama Islam yang termasuk dalam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Ia sudah gemar menulis sejak SD. Kesukaanya pada dunia tuis menulis bermula saat ia masih kecil dan suka mengoleksi majalah Bobo pada zaman itu. Walau[un baru menulis sedikit dan masih belum banyak yang ter publish, tapi keinginan ia untuk menulis tidak pernah pudar, karena menurut ia dengan menulis ia dapat mencurahkan isi hati dan pikirannya kepada orang lain tanpa harus bercerita panjang lebar.

Exit mobile version