Site icon TAJDID.ID

Catatan Kecil untuk Muswil ke-13 Muhammadiyah Sumut

Oleh : Sahlan Marpaung

Perhelatan Akbar forum tertinggi Musyawarah Wilayah (Muswil) Muhammadiyah dan Aisyiyah Sumatera Utara akan dilangsungkan pada 26 – 28 Rajab 1444H/17~19 Ferbruari 2023 di Kota Salak Padangsidempuan.

Suasana semarak, semangat dan gebyar Muswil sudah terasa sampai ke tingkat ranting-ranting Muhammadiyah di berbagai penjuru dan bahkan yang terpelosok sekalipun. Warga Persyarikatan memang begitu gembira dan bersuka cita setiap perhelatan Musyawarah dilakukan, mulai dari level terbawah Musyawarah Ranting sampai level tertinggi Muktamar.

Agenda Musywil tentu saja tidaklah tunggal, akan tetapi cukup banyak dan itu akan menguras energi setiap peserta jika mengikutinya dengan tingkat keseriusan yang optimal. Akan tetapi, dari sekian banyak agenda Muswil, maka sama halnya dengan pelaksanaan setiap permusyawatan tertinggi lainnya di setiap level kepemimpinan, maka pemilihan Pimpinan yang dilakukan dengan sistem formatur, agenda pemilihan pimpinan inilah yang paling menyita banyak perhatian bahkan tak jarang juga dari pihak di luar peserta musyawarah.

Pemilihan Pimpinan Wilayah walau dilakukan dengan sistem formatur yang untuk Pimpinan Wilayah berjumlah 13 orang, biasanya akan ramai disertai berbagai isu yang muncul.

Isu-isu yang muncul

Kemunculan isu tersebut tentu dilatar belakangi kepentingan yang kadang sulit untuk disimpulkan apakah kepentingan yang diperjuangkan adalah demi dan untuk persyarikatan atau untuk kelompok bahkan pribadi. Sebagai organisasi besar, tentu Muhammadiyah memiliki banyak daya tarik yang bisa membuat banyak pihak tergoda dan ingin bisa memiliki pengaruh dan peran untuk mengelola dan mengendalikannya.

Biasanya, isu yang muncul antara lain soal tua dan muda yang hal ini kadang disamakan dengan wajah lama dan baru, padahal faktanya tidak semua wajah lama itu otomatis tua dan wajah baru itu berusia muda. Barangkali yang dimaksud dengan muda oleh pengusung isu ini bisa benar2 orang orang yang berusia muda 40 – 50 an atau wajah baru yang dianggap masih segar belum banyak terkontaminasi gesekan gesekan kepentingan yang sering membuat suasana menjadi kurang sehat. Walau jika kita cermati yang dimaksud dengan wajah baru dan darah segar tersebut, ternyata juga bukanlah benar-benar baru, sebab seseorang yang muncul ke level Pimpinan Wilayah dalam tradisi Muhammadiyah, haruslah mereka yang sudah lama ikut berkiprah dan aktif dalam organisasi Muhammadiyah, mulai dari level ranting, cabang, daerah dan majelis atau lembaga di tingkat wilayah.

Itulah mengapa, akan sangat sulit bagi seseorang yang benar benar baru muncul bisa terpilih sebagai 13 formatur yang akan duduk sebagai Pimpinan Wilayah Muhammadiyah, walau mungkin dia sudah punya nama besar dan ketokohan di luar organisasi Muhammadiyah.

Isu berikutnya yang biasa dihembuskan adalah oposisi dan status quo, isu yang kita sulit untuk memahaminya secara faktual jika kita memiliki pengetahuan terkait kolegial kolektif sebagai prinsip yang dijalankan dalam kepemimpinan di Muhammadiyah. Bagaimana kita bisa menyebut satu pihak sebagai kelompok status quo dan pihak lain sebagai oposisi. Bahkan jika kita lihat ke belakang dalam periodesasi kepemimpinan yang lima tahunan tersebut, maka kita akan temukan data bahwa Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara itu jarang yang bisa bertahan sampai dua periode, kecuali mungkin di masa masa 30 tahun yang lalu?

Artinya, secara personal Ketua Pimpinan Wilayah justru sering tidak bisa berada pada posisi status quo dan tentu saja akan mustahil menjadi oposisi. Lantas ke arah mana telunjuk status quo ini kita arahkan dan pihak mana pula yang merasa sebagai oposisi? Pertanyaan-pertanyaan ini tentu saja harus diberi penjelasan, bahwa tidak ada yang bisa sebagai status quo dan sama halnya tidak ada yang bisa menyebut diri sebagai oposisi, apalagi kemudian jika kita mengenali satu persatu orang dan tokoh tokoh yang ikut berfastabiqul khairot dalam perhelatan Musywil ini khususnya untuk dipilih sebagai 13 formatur yang akan duduk satu periode ke depan di jajaran Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara.

Kita bisa mengenali bahwa dari 46 nama yang muncul, sesungguhnyalah sebagian besar di antaranya sudah pernah duduk sebagai Pimpinan Wilayah, minimal ikut di majelis atau lembaga di tingkat wilayah. Kadang ada yang mengatakan dan menghubungkan status quo dengan amal usaha paling favorit saat ini, yaitu Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), tentu saja posisi Rektor menjadi penting untuk disebut sebagai aktor yang sering dianggap bisa memainkan peran untuk menciptakan kelompok dan barisan. Isu peran Rektor UMSU ini dalam setiap dinamika perhelatan Musywil dan jalannya roda kepemimpinan wilayah setiap periode, sesungguhnya sudah ada dari masa ke masa.

Jadi kalau kemudian isu ini kembali muncul maka hal itu adalah pengulangan semata dan tidak harus terlalu dijadikan sesuatu yang harus diributkan. Hal yang justru perlu kita jadikan kajian adalah, apakah hubungan dan keberadaan Rektor atau UMSU membawa dampak negatif bagi perkembangan dan dakwah organisasi atau justru sebaliknya memberi banyak dukungan dan kontribusi bagi keberadaan persyarikatan dan jalannya roda kepemimpinan di persyarikatan.

Untuk menjawab hal ini, peserta musyawarah yang umumnya terdiri dari para pimpinan tentu bisa menjawab hal ini dari apa yang sudah mereka rasakan selama ini. Karena membuat pengaruh dan peran UMSU terhadap Pimpinan Wilayah hilang dan tidak ada sama sekali, adalah sesuatu yang hampir mustahil untuk terjadi dan harapan yang justru seperti mimpi di siang bolong. (*)

Bermusyawarah dengan sehat

Dengan berbagai isu yang diuraikan di atas, yang tentu saja ada isu isu lain yang punya pengaruh dan penting untuk dibahas, maka apapun isu yang dihembuskan sebagai upaya untuk mempengaruhi peserta musyawarah, sebagai warga persyarikatan, diharapkan suasana musywil akan jauh dari hal hal negatif yang bisa mencoreng citra persyarikatan. Jangan sampai isu yang dilempar justru berisi fitnah dan tuduhan tuduhan yang tidak bisa dipertanggung jawabkan. Jangan sampai perhelatan Muswil justru membuat ada pihak yang dizholimi dan mendatangkan dosa bagi sebagian yang lain. Sebagai entitas berkemajuan kita harus tetap tampil di depan dan sebisa mungkin menjadi contoh.

Penutup
Mari kita bermusyawarah dengan gembira dan cerdas, sehingga keputusan keputusan yang diambil akan membawa kemaslahatan untuk keberadaan organisasi dan warga Persyarikatan di periode selanjutnya.

Penulis adalah Ketua Korwil FOKAL IMM Sumut

Exit mobile version