Site icon TAJDID.ID

Pengajian IKA UMSU Jabodetabek: Memperkuat Ukhuwah Islamiyah dalam Kegembiraan

TAJDID.ID~Jakarta || Ikatan Keluarga Alumni Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (IKA UMSU) Jabodetabek menggelar pengajian di Aula FISIP Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Ahad (13/11).

Pengajian yang dihadiri puluhan anggota IKA UMSU Jabodetabek kali ini mengusung tema “Memperkuat Ukhuwah Islamiyah dalam Kegembiraan” dengan menampilkan penceramah Buya Sayonara Siregar M.Ag.

Ketua Umum IKA UMSU Jabodetabek Edy Sahputra SSos, dalam sambutannya menuturkan rasa bahagianya karena di tengah kesibukan para anggota IKA UMSU Dejabotabek masih bisa meluangkan waktu untuk berkumpul mengikuti pengajian.

“Saya mengapresiasi komitmen seluruh anggota IKA UMSU Jabodetabek yang berhadir pada kegiatan kita hari ini. Tentunya ini selaras dengan tema yang kita angkat pada pengajian kali ini, yakni Memperkuat Ukhuwah Islamiyah dalam Kegembiraan” ujar Edy Sahputra yang merupakan Alumni FISIP UMSU ini.

“Kegiatan seperti ini tentunya sangat positif, selain untuk merawat silaturrahim juga untuk menambah ilmu dan wawasan keagamaan kita,” imbuhnya.

Pentingnya Silaturrahim

Mengawali tausiyahnya, Buya Sayonara Siregar  mengutip ayat al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 112 dan Hadits Riwayat Bukhari/Muslim tentang keutamaan menjalin dan memelihara silaturrahim dalam ajaran Islam.

Dijelaskannya, jaminan adanya kemuliaan bagi manusia itu ternyata hanya jika manusia mampu membangun hubungan dengan Allah dan hubungan sesama manusia.

“Berarti menjaga hubungan kepada kedua pihak ini adalah sesuatu yang penting bagi mereka yang menginginkan hidup dalam kemuliaan. Jika anda percaya (iman) kepada firman ini, itu artinya orang yang tidak menjaga hubungan dengan kedua pihak ini atau menganggap menjaga hubungan dengan kedua pihak ini adalah sesuatu yang tidak penting, buang waktu, berarti akan mengalami kehidupan yang diliputi kehinaan,” sebutnya.

Buya Sayonara Siregar lebih lanjut menjelaskan,  bahwa terjalinnya hubungan kita dengan Allah adalah melalui aktivitas ritual dengan mendirikan ibadah (sholat, puasa, infaq, zakat, shodaqah, dan haji dan amal sholeh). Menurutnya, ibadah individual itu adalah laksana arus listrik yang sekalipun tidak dapat dilihat pergerakannya, akan tetapi terasakan efeknya bagi jiwa.

“Mereka yang intens dalam beribadah, niscaya jiwanya akan senantiasa hidup dan mampu memberi hidup bagi orang lain. Artinya, kehidupan seorang mukmin itu memberi inspirasi dan motivasi bagi orang lain,” katanya.

“Hidup tanpa listrik, sungguh tidak terbayangkan; setidak bisa terbayangkannya bagaimana manusia hidup tanpa adanya ritual ibadah tersebut,” tambahnya.

Kemudian beliau menerangkan, bahwa hubungan dengan sesama manusia disebut dengan silaturrahim. Kata-kata “silaturrahim” atau “silaturrahmi” itu berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata; yakni silat dan ar-rahim atau ar-rahmi.

“Bila kita kaji secara mendalam bahasa Arab itu mempunyai makna yang luas, sehingga dengan demikian tidak salah jika kita mengatakan silaturruhmi, silaturruhumi, silaturrahmati, silaturrahamati, silatulmarhamati.

“Namun yang paling tepat adalah silaturrahim, karena ini disebut dalam banyak hadis, diantaranya yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim; ‘Diriwayatkan dari Anas bin Malik ra, ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa yang suka dilapangkan rezekinya atau ditambahkan umurnya maka hendaklah ia menyambung kekerabatannya,” tegasnya.

Buya Sayonara Siregar juga menjelaskan penyebab silaturrahim terputus, terhambat atau tersumbat. Ia mengatakan penyebabnya adalah ketika: Pertama, manusia gagal menjaga fithrah kemanusiaannya (jati diri). Kegagalan menjaga fithrah kemanusiaan kita sebagai umat yang bertauhid, menjadikan instink ke-hewan-an menjadi dominan.

“Sebab itu, semua orang, tidak terkecuali anak terhadap orang tuanya, paman dengan keponakannya, antara mereka yang masih satu darah dan lahir dari rahim yang sama, manakala membuatnya terhalang dalam memenuhi keinginannya, hasrat atau kemauannya; mendadak dijadikan musuh. Gegara warisan anaknya tidak lagi sudi bertemu saudara kandung bapaknya,” ungkapnya.

Kedua, ketika manusia menjadi budak hawa nafsunya. Ketika seorang muslim telah menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, maka segala yang bertentangan dengan keinginan hawa nafsunya adalah jelek, buruk dan harus disingkirkan.

“Bahkan agama pun dipolitisasi jika dengan cara itu bisa menghantarkannya kepada keinginan hawa nafsunya. Sebagaimana yang dilakukan Ulama Suu’ dimana pendapatnya tergantung pendapatan. Bagaimana rakyat bisa bersilaturrahim dengan ulama seperti ini ? Bahkan ulama ini begitu jauh dari hati umat. Ada sebuah cerita fiksi tentang seorang kaya yang meminta anjingnya yang mati di sholat jenazahkan,” tuturnya.

ketiga, saat manusia gagal menjadi pengendali atas dirinya sendiri. Ketika seseorang gagal mengendalikan dirinya, maka ia menjelma menjadi makhluk yang kebuasan, keganasan dan kebringasan yang dilakukannya akan melampaui kebuasan, keganasan dan kebringasan binatang sekalipun. Karena berbeda dengan hewan yang hanya mengandalkan instink dan ototnya untuk melakukan kebuasan, keganasan dan kebringasan yang dilakukannya, manusia justru memiliki akal yang dengannya bahkan kejahatan pun bisa tampil seolah kebaikan.

“Bagaimana Silaturrahim rakyat dengan pemerintah bisa membaik, jika perilaku sosial pejabat justru menampilkan perilaku buruk. (Ya Ayyuhalladzina amanut taqullah wa quulu qoulan sadida, yuslih lakum a’malukum, wayaghfir lakum…). Jangan-jangan ini sebab doa kita tidak terkabul dan amalan kita tidak semakin membaik.. karena kita tidak berkata sadiid (perkataan yang benar, tegas, jujur, lurus, to the point, tidak berbelit-belit dan tidak bertele-tele. Yakni suatu pembicaraan, ucapan, atau perkataan yang benar, baik dari segi substansi (materi, isi, pesan) maupun redaksi (tata bahasa),” jelasnya.

Mengapa Silaturrahim Harus Dijaga?

Buya Sayonara Siregar menegaskan, bahwa ummat Islam harus senantiasa menjaga silaturrahim, karena silaturrahim adalah bukti iman kepada Allah dan hari akhir.

“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia menyambung kekerabatannya.. [Hr. al-Bukhari].

“Tidak masuk surga orang yang memutus silaturahmi” (HR. Bukhari – Muslim).

Kiat Membina Silaturrahim

Untuk membina silaturrahim, Buya Sayonara Siregar membeberkan beberapa kiat, diantaranya; Pertama, Ta’aruf (saling kenal mengenal), tidak hanya fisik atau biodata ringkas belaka, tetapi lebih jauh lagi mengenal latar belakang, pendididkan, budaya dan keagamaan ; Ta’aruf pemikiran, ide-ide, cita-cita dan ta’aruf problematika kehidupan.

Kedua, tafahum, saling memahami kelebihan dan kekurangannya, kekuatan dan kelemahan masing- masing sehingga segala macam bentuk kesalahan dapat dihindari.

Ketiga, ta’awun, yakni saling tolong menolong, untuk saling menutupi dan saling melindungi serta saling mencukupi.

Keempat, takaful, yaitu saling memberikan jaminan, rasa aman dan perlindungan. Tidak ada lagi kekhawatiran dan kecemasan dalam menjalani kehidupan, karena ada jaminan pertolongan dari sesama

“Saudaraku, tetaplah merawat silaturrahim, karena hanya dengan merawat silaturrahmi, diri akan jauh dari kehinaan dan hanya dengan merawat silaturrahmi kemuliaan diri akan kembali tegak berdiri,” pungkasnya. (*)

Exit mobile version