Dari Sel Matamu
Karya: Riska Widiana
laut itu, memenjarakan tubuhku
permukaan mana?
mana permukaan?
aku menepis riak dalam ombak
bening air menuruni bukit
mana permukaan?
tak kutemukan
sedang arus jatuh hingga bibir
aku dibawa arus
hingga gerimis itu
jatuh di antara dua telapak tangan
mekar menatap langit
“aku ingin pulang dari matamu, lepaskanlah”
aku memohon
Riau, 2021
Belukar
Karya: Riska Widiana
meski aku bukan bunga melati putih mekar di halaman
namun, aku tak ingin menjadi mawar pada dadamu
tumbuh dan berakar melilit jantung
lalu, apakah udara bisa bahagia dalam dada
maka biarkan saja tumbuh lapang di ladang
bila kelak harum milikmu
angin akan membawa aroma wangi
pada puncak mekar doa
aku tak ingin menjadi belukar
meski kau tanam dengan seribu tetes air mata
aku takut tak bisa menjadi edelwis
hingga akhirnya hanya menjadi kaktus
pada hatimu yang gembur
Riau, 2022
Adakah yang Mampu Menahan Gigil dalam Deras Hujan untuk Berlari Maju?
Karya: Riska Widiana
langit kelabu
keraguan melaju
kelopak-kelopak bunga perlahan gugur
membuka kuntum dengan hati-hati
Jatuh setetes hujan
hendak membasahi jantungnya
ia memilih menutup kembali
sebab, bila telah terlanjur kuyup
adakah gigil tanpa dingin?
kendaraan melaju dan aku ragu
apakah yang berangkat pagi
akan kembali pulang petang?
atau memilih bernaung di tempat lebih teduh
menikmati panorama kota, sejenak
jam terbanting di batas senja
waktu berkejaran dan malam menutup jubah hitam
hingga terang hilang, kau kepalang
bila hujan turun
adakah yang tabah melawan hujan, gigil dan dingin?
menuju sepasang mata layu
menanti matahari
juga ragu-ragu menangkup kepastian dalam peluk
adakah yang bisa menembus angin kencang?
meski tubuh berlari dari hujan
adakah sebuah rumah mendekap
sebuah tangan mampu membanting keras keraguan
agar pecah, dan kita berlari maju
adakah?
2022
Romantika Berbunga dan Berdaun Kering
Karya: Riska Widiana
di tubuh waktu, cinta berupa bayi di dalam rahim takdir
ia bersemayam di surga
bersatulah cinta dengan dua ikatan perasaan
terlahir dari dua kalbu
meletakkan janji sebagai serbuk sari pada bunga-bunga yang kuntum
saat musim tanah retak, akar tak kuat menopang tubuh
pecahlah bunga yang mekar
menyerahkan warna kepada matahari
janji menjadi biji yang tua terhambur ke tanah
karena kemarau menjamah seluruh yang tertanam, segala yang tumbuh, harus tabah memeluk kematian
segala perasaan pecah seperti Dandalion terhambur diterpa angin
mengikuti arah mata angin, tempat segala musim diterbangkan dan dilenyapkan
ketika kesedihan menjalar di aliran nadi
bersama darah yang hangat, menciptakan nyeri di sepanjang lorong dada hingga ulu hati
berusaha memetik ketabahan dari sudut mana pun
saat romantika berbunga menyulap dirinya menjadi duka berdaun kering
Riau, 2022
Riska Widiana, berdomisili di Riau, kabupaten Indragiri hilir. Aktif menulis sejak tahun 2020 hingga sekarang. Kini tergabung ke dalam komunitas menulis yaitu kepul (kelas puisi alit) dan kelas menulis bagi pemula. Alamat facebook Riska widiana dan Instagram riskawidiana97 email tembilahanriska@gmail.com