TAJDID.ID~Medan || Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) Atikah Rahmi, SH., MH menjadi pemantik sekaligus fasilitator pada kegiatan FGD Multi Pihak, pada Rabu, 30 Desember 2021. Kegiatan yang diselenggarakan di hotel Emeral Garden dengan tema; “Refleksi Bersama Persoalan Pengungsi Perempuan Korban Kekerasan di Kota Medan” ini, merupakan inisiasi dari Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia Untuk Keadilan (LBH APIK) Medan bekerjasama dengan International Organization for Migration (IOM).
Acara diawali dengan pembukaan dilanjutkan dengan pemaparan oleh Direktur LBH APIK Medan, Sierly Anita Ghafar, SH.
Dalam paparannya, Sierly, yang notabene juga merupakan alumni Fakultas Hukum UMSU menyampaikan bahwa selama ini mereka telah menjalin kerjasama dengan IOM dalam beberapa kegiatan berkaitan dengan pengungsi, meliputi; pelatihan focal point, pendampingan kasus KDRT, pernikahan anak dan pelatihan gender based violence (GBV) kepada pengungsi Rohingiya.
Dalam kesempatan ini juga disampaikan bahwa tujuan dari kegiatan FGD ini adalah; Pertama, untuk merefleksi perlindungan pengungsi perempuan korban kekerasan di Kota Medan
Kedua, merumuskan poin-poin rekomendasi tekait perlindungan pengungsi perempuan korban kekerasan di Kota Medan
“Dan ketiga, untuk memperkuat konsolidasi lembaga pemerintah dan non pemerintah dalam perlindungan perempuan pengungsi di Kota Medan,” ujar Seely.
Menurut Sierly, pengungsi perempuan banyak yang mengalami kekerasan, seperti KDRT, pernikahan anak, pencabulan, pelecehan seksual, bahkan ada modus trafficking.
Lebihlanjut,Sierly Anita mengatakan bahwa selama ini LBH APIK Medan mengalami kendala ketika memberikan pelatihan kepada pengungsi Rohingiya, antara lain; bahasa dan kultur yang berbeda.
“Pengungsi Rohingiya umumnya menggunakan bahasa mereka dan tida mengerti bahasa Inggris.Sehingga harus menggunakan interpreter yang memahami bahasa mereka, dan di Medan hanyaada 1 orang yang berkompeten,” tutur Sierly.
“Lebih dari itu, bahkan mereka tidak mengerti menulis. Kultur mereka juga tidak memahami kekerasan karena hal tersebut lazim terjadi selama mereka di negara asal,” imbuhnya.
Dijelaskannya, DUHAM, CEDAW dan ICCPR menjadi dasar hukum bahwa Negara bertangggungjawab atas perlindungan hak asasi manusia, termasuk pengungsi. Selain itu ada Peraturan Presiden (Pepres) No. 125 Tahun 2016 yang merupakan pedoman bagi pemerintah untuk memberikan penanganan terhadap pengungsi dari luarNegeri.
Menurut Atikah, para pengungsi meninggalkan negaranya karena mengalami konflik bersenjata dan ancaman kekerasan sehingga mereka mengungsi dengan harapan mendapatkan keamanan dan perlindungan. Pengungsi menjadi rentan terhadap diskriminasi dikarenakan terbatasnya hak-hak mereka dan belum adanya mekanisme perlindungan yang efektif untuk mereka.
“Walau bagaimanapun, saat ini mereka (para pengungsi) berada di Indonesia, sehingga mereka sudah seharusnya tunduk dan patuh kepada aturan hukum yang berlaku,”kata Atikah.
Kegiatan FGT yang dimulai dari pagi, pukul 09.00 WIB ini, dihadiri oleh para narasumber dari multi pihak, yaitu:UNHCR, Dinas Kesehatan kota Medan, Dinas Sosial kota Medan Dinas Pendidikan kota Medan, Kemenkuham, Rudenim, Dinas Pemberdayaan Perempuan kota Medan, Dinas Pemberdayaan Perempuan Provinsi, UPTD dinas P3AM kota Medan, P2TP2A Provinsi Sumatera Utara, PKPA, SOS dan PUSAKA Indonesia.
Diskusi berlangsung sangat interaktif, masing-masing individu menjadi narasumber dan memberikan tanggapan dan komentarnya berkaitan dengan kasus pengungsi di Medan, mulai dari hulu ke hilir.
Kepala Rumah Detensi Imigrasi, Pak Moko (panggilan akrabnya) menyatakan bahwa telah terbentuk Satgas Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri di Provinsi, melalui Surat Edaran MenteriDalamNegeri RI tahun 2020, yang melibatkan mulai dari Kesbangpol Provinsi, Kepala Divisi Keimigrasian Kanwil Kemenkumham, Rudenim serta dinas-dinas terkait.
Atikah Rahmi mengakhiri diskusi pada pukul 15.30 WIB, dengan membuat rekomendasi untuk meninjau kembali satgas yang terbentuk dan memasukkan dari unsur LSM.
Untuk selanjutnya membuat pertemuan dengan Satgas untuk merumuskan mekanisme dan SOP penanganan kasus kekerasan terhadap pengungsi di Medan.
“Sinergisitas antara pemerintah dengan IOM, UNHCR dan LSM perlu ditingkatkan untuk mendampingi pengungsi dan memberikan kegiatan yang berarti bagi mereka ke depan,” tutup Atikah Rahmi. (*)