Site icon TAJDID.ID

Vonis MK: Alih Status Pegawai KPK jadi ASN Konstitusional

TAJDID.ID~Jakarta || Mahkamah Konstitusi  (MK) menyatakan, bahwa alih status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi ASN konstitusional. Menurut MK, peralihan itu tidak bertentangan dengan UUD.

“Mengadili: Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK, Anwar Usman, membacakan vonis, Selasa (31/8) dikutip dari komparan.com.

Hal itu termuat dalam putusan MK terkait gugatan Nomor 34/PUU-XIX/2021. Gugatan diajukan oleh Muh. Yusuf Sahide selaku Direktur Eksekutif KPK Watch Indonesia.

Dalam gugatannya, ia mempersoalkan Pasal 68 B ayat (1) dan Pasal 69 C UU KPK Nomor 19 Tahun 2019 tentang peralihan pegawai KPK.

Pasal 69B

(1) Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, penyelidik atau penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi yang belum berstatus sebagai pegawai aparatur sipil negara dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini berlaku dapat diangkat sebagai pegawai aparatur sipil negara sepanjang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 69C

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi yang belum berstatus sebagai pegawai aparatur sipil negara dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku dapat diangkat menjadi pegawai aparatur sipil negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

Ia meminta MK mengubahnya menjadi:

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, penyelidik atau penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi yang belum berstatus sebagai pegawai aparatur sipil negara dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini berlaku diangkat sebagai pegawai aparatur sipil negara sepanjang memenuhi ketentuan 1. Bersedia menjadi pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN), dan 2. Belum memasuki batas usia pensiun sesuai ketentuan perundang-undangan

Dengan kata lain, semua pegawai KPK beralih menjadi ASN tanpa kecuali dengan memenuhi ketentuan. Ketentuannya ialah bersedia menjadi ASN dan belum masuk usia pensiun.
Gugatan ini diajukan tak terlepas dari masalah Tes Wawasan Kebangsaan. Ada 75 pegawai yang tidak lulus. Sebanyak 56 pegawai di antaranya akan dipecat dalam waktu dekat

Pemohon menilai hasil TWK menjadi dasar penentuan BKN dan KPK mengangkat pegawai tidak mempunyai landasan hukum. Tidak ada aturan dalam UU 19/2019 maupun PP 41/2020 yang mensyaratkan soal TWK.

TWK hanya diatur dalam Perkom 1/2021. Sementara KPK dan BKN dinilai keliru menafsirkan syarat peralihan status dengan menggunakan hasil TWK.

TWK dipandang menimbulkan ketidakpastian bagi pegawai KPK. Sebab, kesetiaan kepada Pancasila dan UUD 1945 dinilai cukup dengan surat pernyataan bermaterai. TWK dinilai dapat menjadi “pisau bermata dua” yang dapat dipergunakan secara subjektif untuk memberhentikan pegawai KPK.

Hal itu terlihat saat pegawai yang tidak lulus TWK diminta menyerahkan tugas dan tanggung jawab (non-job). TWK dinilai TWK merupakan upaya nyata untuk menghilangkan hak bekerja seseorang tanpa proses yang adil dalam hubungan kerja. Namun, MK berpandangan lain. MK menilai permasalahan dalam peralihan karena kesempatan yang diberikan kepada pegawai KPK sama seperti WNI yang lain.

Dalam hal ini, para pegawai KPK yang tidak lolos TWK sudah diberi kesempatan yang sama.
“Ketentuan yang terdapat dalam Pasal 69B ayat (1) dan Pasal 69C UU 19/2019 bukan hanya berlaku bagi Pemohon in casu pegawai KPK yang tidak lolos TWK melainkan juga untuk seluruh pegawai KPK. Oleh karena itu menurut Mahkamah, ketentuan a quo tidak mengandung ketentuan yang bersifat diskriminasi,” kata Hakim MK

“Adanya fakta bahwa ada beberapa pegawai KPK yang tidak lolos TWK bukanlah persoalan konstitusionalitas norma,” sambungnya.

Vonis ini diwarnai perbedaan pendapat 4 orang hakim, yakni Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams, Hakim Konstitusi Suhartoyo, Hakim Konstitusi Saldi Isra, dan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih. Namun suara mayoritas yakni lima hakim lainnya menolak gugatan itu. (*)

Exit mobile version