Site icon TAJDID.ID

Puisi~puisi Faris Al Faisal

Faris Al Faisal.

IKAN-IKAN TUHAN

 

Ini ikan-ikan
dipungut dari laut.

Tak ada yang menanam. Tak ada
yang memberi makan. Tak ada yang merawat.
Tak ada.

Tapi kita menjaringnya siang dan malam.
Mengupas sisiknya. Mencabik dagingnya
yang segar. Lalu makan.
Dan kenyang.

Dan lupa ikan-ikan Tuhan.

 

Indramayu, 2019

 

 

Ilustrasi laut hening. (net)

HENING LAUT

 

Aku pergi ke laut. Dunia dengan segala
heningnya. Kengerian sudah tak terasa kengeriannya
lagi. Kutemukan kedamaian di sana.

Matahari sepanjang siang terang. Membakar
layar perburuan. Ikan-ikan dan lokan naik ke papan
geladak. Daging tubuhnya ditaburi garam.

Bulan dan bintang bergeser. Perahu
menari-nari dalam nyanyian angin. Kuratapkan wajah
tengadah. Memang semua milik-Nya.

Dalam sunyiku yang menggelepar. Sekarat rambut
jaring-jaringku. Timah-timah pemberat yang berkarat. Bagai
udang menghindar kukejar lari ombak.

 

Indramayu, 2019

 

Ilustrasi. (net)

IKAN-IKAN PURWARUPA

 

Tiba di tepi sungai
Mengail pandang mataku
Turun ke bening air
Istana ikan-ikan purwarupa
Mereka berpesta
Di sana

Aku terpesona

Meski telah kubawa walesan bambu
Kutebang dari bantaran
Tak juga kulempar mata kailku
Kaleng susu bekas terguling
Cacing-cacing berlarian
Menuju silsilah

Memberi hidup, itulah kehidupan.

 

Indramayu, 2019

Ilustrasi migrasi ikan. (net)

PERJALANAN IKAN

 

Mengembara kita ke samudera
Seperti perjalanan ikan
Napak tilas perahu Nuh, Khidir, dan Musa
Mencicipi mukjizat di lautan

Kita mengheningkan cipta
Menabur doa dan bunga duka
Kota purba yang tenggelam
Atlantis—negeri kuno yang dikabarkan Plato—karam

Malam dan siang terus berlayar
Ke pulau-pulau kecil kita mengejar ombak
Membuka lagi peta yang tergelar
Mengira-ngira di mana lagi kaki menjejak

 

Indramayu, 2019

Ilustrasi ikan asin. (net)

GESEK 

 

Misal tuan melintas di jalur pantura
Usahlah risau
Pada bau ikan menabrak lorong hidung
Menggelitik perjalanan

Tahanlah sejenak
Ia barangkali sebaris sajak
Desir angin abadi
Menyisir pasir pantai

Di sana ada banyak ikan naik ke daratan
Telentang pada para-para
Setelah diguling-gulingkan di kristal garam
Dijemur di terik kuning matahari
Menyala sisik
Maafkanlah bila mengusik

Sebab kami hendak memberi rasa
Pada kepulan nasi liwet
Sayur asam, lalap, dan sambel terasi
Menggoyang ombak di lidah
Gesek-gesek menjadi buih
Lalu mengempaskannya di muara perut

Indramayu, 2019

Gesek: ikan asin

 

Faris Al Faisal lahir dan berdikari d(ar)i Indramayu, Jawa Barat, Indonesia. Bergiat di Komite Sastra, Dewan Kesenian Indramayu (DKI) dan Lembaga Kebudayaan Indramayu (LKI). Namanya masuk buku “Apa dan Siapa Penyair Indonesia” Yayasan Hari Puisi. Pada “World Poetry Day March 21” menuntaskan 1 Jam Baca Puisi Dunia di Gedung Kesenian Mama Soegra Dewan Kesenian Indramayu (2021). Puisinya mendapat Hadiah Penghargaan dalam Sayembara Menulis Puisi Islam ASEAN Sempena Mahrajan Persuratan dan Kesenian Islam Nusantara ke-9 Tahun 2020 di Membakut, Sabah, Malaysia, Juara 1 Lomba Cipta Puisi Anugerah RD. Dewi Sartika dan mendapat Piala bergilir Anugerah RD. Dewi Sartika, Bandung (2019), mendapatkan juga Anugerah “Puisi Umum Terbaik” Disparbud DKI 2019 dalam Perayaan 7 Tahun Hari Puisi Indonesia Yayasan Hari Puisi, dan pernah Juara 1 Lomba Cipta Puisi Kategori Umum Tingkat Asia Tenggara Pekan Bahasa dan Sastra 2018 Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Tersiar pula puisi-puisinya di surat kabar Indonesia dan Malaysia. Buku puisi keduanya “Dari Lubuk Cimanuk ke Muara Kerinduan ke Laut Impian” penerbit Rumah Pustaka (2018). Email ffarisalffaisal@gmail.com, Facebook www.facebook.com/faris.alfaisal.3, Twitter @lfaisal_faris, IG @ffarisalffaisal, dan SMS/WA 0811-2007-934. []

Exit mobile version