Site icon TAJDID.ID

Mukhaer Pakkanna: Logikanya, Kalau Ekonomi Naik 7 Persen Kemiskinan Pasti Turun

Rektor ITB Ahmad Dahlan Jakarta, Mukhaer Pakkanna. (Foto: Hidayatullah.com)

TAJDID.ID || Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia melesat 7,07 persen pada kuartal II 2021 banyak mendapat sorotan publik. Banyak yang mengapresiasi capaian tersebut, namun tidak sedikit pula yang mengkritisinya.

Rektor Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan (ITB-AD) Jakarta, Mukhaer Pakkanna mengatakan, pertumbuhan ekonomi yang disebut-sebut meroket di kuartal II 2021 hingga 7,07 persen secara year on year (yoy) nyatanya tidak seindah fakta yang ada.

“Laju ekonomi kuartal II 2021, yang terhitung dari April hingga Juni, sebenarnya hanya berada di angka 1,75 persen,” ujar Mukhaer, Jumat (6/8) dikutip dari laman RMOL.

Menurut Mukhaer,  basis hitungan pertumbuhan ekonomi disebut meroket 7,07 persen adalah pertumbuhan ekonomi kuartal II 2020 yang berada di angka minus (-) 5,32 persen.

“Artinya, jika direkap, maka pertumbuhan ekonomi kuartal II 2021 adalah minus (-) 5,32 persen ditambah 7,07 persen. Hasilnya 1,75 persen,” urainya.

Mukhaer menilai, BPS telah mengambil hitungan low base untuk mengumumkan pertumbuhan kuartal II 2021 secara yoy. Sehingga terlihat di publik bahwa ekonomi sudah meroket.

“Terlihat pula, semua sektor terdongkrak tinggi karena basis hitungan pada angka yang minus. Ini artinya, pseudo-growth (pertumbuhan prank alias semu),” ujarnya.

Dari itu, Mukhaer mengajak publik untuk melihat fakta-fakta lapangan di kuartal II 2021. Di mana pengangguran dan kemiskinan membumbung tinggi, roda ekonomi berhenti, lapangan pekerjaan sulit, dan lain sebagainya.

Fakta-fakta itu, kata Mukhaer, cukup untuk menjelaskan keraguan apakah ekonomi benar-benar sudah meroket.

“Logikanya, jika ekonomi tumbuh signifikan, maka akan mampu menyerap lapangan kerja dan kemiskinan pasti menurun,” tegasnya.

Mukhaer Pakkanna memprediksi, pertumbuhan ekonomi di kuartal III 2021 atau perode Juli hingga September 2021, pasti akan tergerus di bawah angka 7 persen. Hal ini dikarenakan basis hitungan kuartal III 2020 sudah lebih baik daripada kuartal II 2020.

“Ini tandanya apa? Tren ekonomi ke depan kurvanya berbentuk “W”. Kurva ajrut-ajrutan, naik-turun, naik-turun dan seterusnya,” jelasnya.

Kritik senada juga datang dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) yang menilai pertumbuhan  yang dibangga-banggakan pemerintah itu adalah “pertumbuhan ekonomi semu”. Karena menggunakan base rendah di tahun 2020.

Menurut INDEF di Q2 2020 pemerintah melakukan PSBB. Sementara di di Q2 2021 pelonggaran PPKM terjadi.

“Hal ini menyebabkan pertumbuhan tinggi melebihi rata-rata pertumbuhan kuartalan Indonesia sebesar 5%,” kata lembaga itu dalam pernyataan tertulisnya, Sabtu (7/8/2021).

INDEF menegaskan bahwa pertumbuhan ekonomi belum kembali ke kondisi normal. Jika dibandingkan dengan rerata pertumbuhan sebelum pandemi (2018-2019), Q2 2021 hanya tumbuh 3,87%.

INDEF juga menyamakan hal yang terjadi di Indonesia dengan negara lain. Tidak hanya Indonesia, negara mitra dagang juga sama setelah setahun sebelumnya mengalami kontraksi yang lebih dalam.

Bahkan China bisa tumbuh sebesar 18,3 % (QI 2021) dari sebelumnya -6,8 % (Q1 2020), Singapore 14% (Q2 2021) dari sebelumnya -13,3 % (Q2 2020) dan Amerika tumbuh 12,2 % (Q2 2021) dari sebelumnya -9,1 % (Q2 2020).

“Jadi wajar kalau pertumbuhan karena low base effect (dasar perhitungan rendah) memang menjadi faktor utama pertumbuhan ekonomi kita, sama seperti negara-negara di atas,” ungkap lembaga itu.

Sebelumnya, BPS mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia melesat 7,07 persen pada kuartal II 2021. Perekonomian tanah air akhirnya lepas dari resesi yang menjerat pada beberapa kuartal terakhir akibat dampak pandemi virus corona atau covid-19.

“Pertumbuhan ekonomi tumbuh 3,31 persen secara q-to-q dan 7,07 persen secara y-o-y,” ungkap Kepala BPS Margo Yuwono saat pengumuman data ekonomi Indonesia kuartal II 2021 secara virtual, Kamis (5/8).

Bila dibandingkan secara kuartalan maupun tahunan, pertumbuhan ini lebih tinggi dari minus 0,74 persen pada kuartal I 2021 dan minus 5,32 persen pada kuartal II 2020. Sementara secara akumulatif, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 3,1 persen pada semester I 2021 dari semester I 2020. (*)

 

 

Exit mobile version