Site icon TAJDID.ID

Azmi Syahputra: Fenomena Rektor PTN Rangkap Jabatan adalah Indikasi Terjadinya “Kelumpuhan Intelektual”

Azmi Syahputra.

TAJDID.ID~Jakarta || Ketua Asosiasi Ilmuan Praktisi Hukum Indonesia(Alpha), Azmi Syahputra mengatakan, fenomena beberapa Rektor (PTN) yang rangkap jabatan jadi komisaris BUMN menunjukkan telah terjadi kelumpuhan intelektual.

“Ada indikasi kelumpuhan intelektual menghadapi situasi saat ini, dimana saat ini ada beberapa pimpinan perguruan tinggi negeri telah abai bahwa fungsi dan jabatanya mempunyai peran strategis dalam sistem pendidikan nasional dan memajukan ilmu pengetahuan,” ujar Azmi melalui keterangannya, Jum’at (23/7/2021).

Ironisnya lagi, kata Azmi, kelumpuhan intelektual akademik ini diperparah dengan sebahagian dari komunitas intelektual yang memilih zona aman dan nyaman, sehingga enggan menyatakan secara terbuka tanggungjawab keilmuanya atas peristiwa yang terjadi di komunitasnya, termasuk yang terjadi dalam kehidupan berbangsa.

“Seolah kini komunitas sivitas akademik perguruan tinggi kehilangan fungsi dan terbenamnya kebenaran ilmiah,” sebutnya.

Baca Juga:

Azmi menilai, banyak Pimpinan PTN sudah lari dari tujuan pendidikan tinggi yang semestinya menghasilkan ilmu pengetahuan dan teknologi agar bermanfaat bagi kemajuan bangsa, kemajuan peradaban dan kesejahteraan manusia guna mencerdaskan kehidupan bangsa.

Hal itu menurut Azmi diakibatkan diperbolehkan juga menjadi komisaris dan jabatan rangkap lainnya, serta memilih sikap yang penting aman dan nyaman untuk dirinya dan kelompoknya.

Akibat dari pimpinan PTN yang sudah lari dari tujuan pendidikan tinggi yang semestinya tugas utamanya sebagai komando yang mendorong dan memperkuat fungsi kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik dan otonomi keilmuwan, maka kini perlahan tradisi ini hilang, sikap intelektualitas dibenamkan dan hal ini bisa mengakibatkan komunitas ilmiah akan punah, tidak punya makna dan wibawa lagi.

“Perguruan tinggi sebagai garda terdepan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan guna memajukan kesejahteraan umum serta keadilan sosial hanya tinggal slogan kosong,” tegas Azmi.

Karenanya, kata azmi, memperhatikan situasi yang sangat tidak menentukan seperti saat ini tidak ada cara lain selain memperkuat dan konsolidasi insan kampus, konsolidasi intelektual, mengembalikan fungsi sivitas akademik dan budaya akademik sebagai tombak utama dari civil society untuk memunculkan dialektika keilmuan, termasuk meluruskan praktek penyelenggaraan negara.

“Artinya suara perubahan dan komitmen harus dimulai dari perguruan tinggi, harus berani menjadi contoh keteladan, punya kesadaran dan tanggung jawab bahwa pimpinan dan sivitas mengabdikan ilmunya bagi kemasalahan bangsa, negara dan umat manusia,” tutup Azmi. (*)

 

Exit mobile version