Site icon TAJDID.ID

Puisi~puisi Sultan Musa

Ilustrasi (net)

MAUT

 

Peluru kamu panas
Dan membawa kematian

 

Tetapi ..
Bukankah kamu abdi kami yang setia
Tanah Hitam….
Kamu kelak menjadi selimut kami

 

Tetapi…
Bukankah kami menginjakmu dengan kuda kami ?

 

Maut kamu dingin tetapi kamilah tuanmu..
Bumi akan merebut jasad kami
Surga menjemput jiwa kami…

#2019

 

Ilustrasi. (net)

AKU, KAU DAN SULUK SAJAK

 

aku putih, pada cahaya sajakmu
kau putih, pada nyawa sajakku
tapi kita selalu bersama dalam lembaran aksara
segala liku pelik, di lintas kata
lembaran seraya berkata
“teruntuk denyut putih, merekam ribuan suluk sajak”

 

#2021

 

Ilustrasi (net)

PRIA BERBINGKAI MUNAJAT

 

Matanya dirangkul cahaya
Suguhkan pandangan tajam

 

Mulutnya diselipkan doa
Di antara ranting kusam

 

Badannya dilukis riak menyangga
Membendung larut buai membungkam

 

Telinganya diletup syair merenda
Menghadang caci maki merayu rekam

 

Dadanya dipahat raya berwarna
Merangkul gersang menjadi salam

 

Kakinya direlung takjub percaya
Melangkah menuju cerita tak kelam

 

Tangannya diteriak segudang asa
Mengukir kotak senja tanpa meredam

 

Kepalanya terikat bahagia
Menghargai masa lalu meski kusam

 

#2020

 

Ilustrasi. (net)

SAJAK KEHILANGAN DAN DITINGGAL

 

Telah kutulis sebuah sajak
sebagai peluru menerka resah
serta jalan kebaikan menembus gundah

 

Dari kata yang kosong tak bermakna
berlatar putih dan kepiluan yang ada
merasakan cahaya angkas tua

 

Kucoba berbicara dalam bahasa yang sama
namun tak lagi berarti
sama seperti suara
yang tak lagi kesampaian

 

Aku tetap menghadirkan pikiran raga
menghidupkan kembali dengan senantiasa
lantunan bunyi sederhana

 

bahwa selalu ada cerita,
perihal tentang kehilangan

 

bahwa selalu utuh hadir,
perihal tentang ditinggal

 

#2021

 

Ilustrasi (net)

RUMAH

 

Sampailah di satu saat
Hidup adalah sketsa
Yang terlihat di balik dunia
Jendela pada pagi kita membukanya
Membiarkan matahari
Masuk menerobos
Langkah – langkah yang kita ayun
Sejak pintu rumah
Hingga melintasi ….
Jalan
Hutan
Padang
Serta gunung
Lalu kembali ke rumah
Setiap hari bergegas menghadap dunia
Di rumahlah menemukan diri
Berbaring tak pernah kemana – mana
Tapi rumah yang mana ?

 

#2019

 

Ilustrasi. (net)

LALU BERKATA….SEMUA KATA

 

meski aku punya damai,
namun jiwaku bukanlah damai itu
lalu berkata :
“menghadirkan damai pancarkan jiwa”

 

dan meski aku punya diri
namun ragaku bukanlah diri itu
lalu berkata :
“menenangkan diri percikkan raga”

 

dan meski juga aku punya rasa
namun hatiku bukanlah rasa itu
lalu berkata :
“merangkai rasa temukan hati”

 

Semua kata, yang terucap
melekat menjadi senyap
dan aku mendadak bercengkerama
menyawa dalam bisu….
pada diriku…
dan dari diriku…

 

#2021

Ilustrasi (net)

KATA YANG SEDANG DIRANGKAI

 

senampan harum kamboja
ranum pesan melanda
yang bertaut ranting makna
getaran putik tercipta

 

dengarlah, relungan asa
beradu penuh mekar bahagia

 

taburlah, lukisan kata
bersemai hatur alu pesona

 

rauplah, tuturan aksara
berkelana candu ladang cahaya

 

#2021

 

Ilustrasi. (net)

NONA DAN SEIKAT BUNGA MERAH

 

Jendela cerah berbicara baik
mengantarkan simpul hari seribu tujuan
dan hari ini Nona masih ingat cara untuk tersenyum
bersama pemandangan merinai apik

 

Meja sederhana berteman retak
tersaji secangkir teh bersama pujian manis
dan Nona masih rela menyesap aromanya
meski takkan kembali berkabar utuh

 

Seikat bunga merah,
ditempatkan Nona di antara peraduan ruang
tersimpan baik, meski telah layu sebagian
memantaskan diri, walau merahnya perlahan pudar

 

Sesekali Nona menatap seikat bunga merah ini
dari pantulan cermin berbingkai kayu, mengatakan :
” Ada penantian pasti berakhir di titian temu”
meski malamnya buka ruang rindu,
terus menikmati sendiri di sisi sepi

 

…..sembari menunggu kabar dari hati
yang tak kunjung bertamu

 

……selalu menembangkan aksara dari puisi
yang tak terangkai menyatu

 

Syahdu Nona berlayar dalam asa,
yang ditimpakan pada seikat bunga merah
alunan saka hati yang tak berujung
bahkan bergelut “belum selesai” dari masa lalunya.

 

#2021

 

SEDAYA DATANG DAN PERGI

 

Sebuah sinar memancar
dari sebuah cerita pada apa yang datang
sinar ini hadir bukan tanpa alasan
karena bersamanya ada lantunan harapan

 

Sebuah cahaya memantul
sejak kesunyian pada apa yang pergi
cahaya ini ada bukan tanpa jawaban
mungkin dengannya jiwa bebas yang tak terlupakan

 

Sedaya memaknai lebih dalam….
upaya “berkawan” pada yang datang
dan “menerima” pada yang pergi

 

mana yang menemanimu pulang
…..datang atau pergi ?

 

mana yang merajut niscayamu
….pergi atau datang ?

 

#2021

 

Sultan Musa berasal dari Samarinda Kalimantan Timur. Tulisannya tersiar diberbagai platform media daring & luring. Serta karya – karyanya masuk dalam beberapa Antologi bersama penyair Nasional & Internasional. Tercatat pula dibuku “Apa & Siapa Penyair Indonesia – Yayasan Hari Puisi Indonesia” Jakarta 2017. Merupakan 10 Penulis Terbaik versi Negeri Kertas Awards Indonesia 2020. Karya tunggal terbarunya berjudul “Titik Koma” (2021). IG : @sultanamusa97 /@sultanatakata

Exit mobile version