Oleh: M. Risfan Sihaloho
In a calm sea, every man is a pilot.
(Di laut yang tenang, siapapun mampu menjadi pemandu atau muallim).
Maksud pepatah di atas adalah tatkala dalam situasi normal dan kondisi yang kondusif, semua orang atau siapapun sangat mungkin bisa tampil dan gampang mengatakan “aku layak jadi pemimpin” . Dan dalam keadaan yang riskan, genting dan berbahaya, mestinya tak banyak yang berani tampil jadi pemimpin.
Akan tetapi, konon di sebuah negeri sepertinya kata pepatah tersebut tidak berlaku. Meskipun kondisi negeri itu sedang tidak baik-baik saja atau sedang dililit segudang persoalan berat, tapi toh tetap banyak yang ambisi tampil jadi pemimpin dan penguasa.
Tak tahu apa sebenarnya motif mereka yang begitu ambisius (gila) terhadap kekuasaan, sehingga tidak ada sedikitpun kesan mereka itu gamang melihat realitas negeri mereka yang sedang carut marut itu.
Tak sedikitpun terlihat kecemasan di raut wajah mereka, bagaimana sekiranya mereka betul-betul jadi pemimpin atau penguasa, sanggup nggak mereka memikul tanggungjawab (amanah) yang ada dipundak mereka.
Atau jangan-jangan mereka memang tak pernah memikirkan, merenungkan dan tak peduli dengan semua itu. Dalam kepala otak mereka yang ada mungkin cuma kursi dan kekuasaan an sich. Entahlah.
Dan yang lebih lucunya lagi, kabarnya di negeri itu ada pemimpin yang di awal begitu memposana karena style-nya berbeda dengan kebanyakan pemimpin lain yang elitis dan hedonistik. Karena kesehajaannya, ia dianggap sebagai sosok pemimpin yang “merakyat”, sehingga kemudian rakyat terpikat untuk memilihnya.
Namun apa yang terjadi kemudian? Ternyata espektasi rakyat yang begitu besar tidak sesuai dengan kenyataan. Rakyat benar-benar telah ditipu oleh aksi pencitraan yang begitu massif dan atraktif.
Dan konyolnya, sudah terbukti nyata gagal memimpin, namun masih tetap ngotot dan jumawa menunjukkan kepercayaan dirinya. Sama sekali ia tak perduli banyak orang yang begitu kecewa dan mengkritik kepemimpinannya.
Bukannya introspeksi, justeru sambil cengengesan ia berkata: “Yo Ndak Tau, Kok Tanya Saya!”. Atau seolah-olah dalam benaknya ia berucap: “Masa bodoh dengan nasib rakyat dan bangsa ini, yang penting aku tetap berkuasa,”.
Dan lebih gila lagi, sudah begitu ada pula pendukungnya yang ngotot mengusulkan agar masa kekuasaannya diperpanjang. Naudzubillah min dzalik. (*)