Site icon TAJDID.ID

Abdul Hakim Siagian: Gagasan Presiden 3 Periode Langgar Konstitusi dan Mencontoh Orba

Abdul Hakim Siagian.

TAJDID.ID~Medan || Wakil Ketua PW Muhammadiyah Sumatera Utara bidang Hukum dan HAM, Dr Abdul Hakim Siagian SH MH angkat bicara soal munculnya wacana 3 (tiga) jabatan presiden yang belakangan ini ramai jadi perbincangan publik.

Secara lugas Abdul Hakim mengatakan, bahwa tentang masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden sudah diatur dengan sangat jelas dan tegas dalam konstitusi, yakni dalam perubahan pertama (amandemen) pada pasal 7 UUD 45  yang berbunyi; “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan”.

“Artinya, maksimal periode presiden itu 2 (dua) atau sepuluh tahun saja,” tegas dosen Fakultas Hukum UMSU ini, Selasa (22/6).

Jadi, kalau kemarin ada yang mengusulkan untuk periode ketiga Jokowi, bahkan telah membentuk organisasi pemenangannya, maka menurut Abdul Hakim Siagian itu merupakan gerakan inkonstitusional.

“Bahwa karena itu (masa jabatan Presiden) sudah dengan jelas dan tegas diatur dalam UUD 45, maka hemat saya mereka-mereka pengusul, apalagi telah membentuk tim pemenangan dapat disebut dengan sadar dan berencana untuk melanggar konstitusi, yakni UUD Pasal 7 itu,” tegas Abdul Hakim Siagian .

“Ditambah lagi Jokowi telah berulang menyatakan tentang usul itu ada 3 kemungkinan, pertama, menampar muka Jokowi, kedua cari muka dan ketiga menjerumuskan,” imbuhnya.

Namun anehnya, kata Abdul Hakim Siagian, sama seperti pengusul sebelumnya bahwa mereka mengaku itu kemauan rakyat.

Menurut Abdul Hakim Siagian, rencana itu dari aromanya tidak sekedar rumor dan naga-naganya sepertinya sudah mempersiapkan secara matang dengan beberapa indikator, walaupun dengan sejumlah alternatif.

“Bahkan ada yang agak lucu, alasan untuk tiga periodenya karena pandemi atau kedaruratan kesehatan dan ekonomi,” ungkapnya.

Akan tetapi, apapun alasannya, Abdul Hakim Siagian mengatakan, bahwa jajak pendapat rakyat tidak berlaku lagi bila akan mengganti UUD 45 itu.

Ia membeberkan, sepenuhnya hanya wewenang MPR saja seperti yang telah diatur dalam UUD 45  pada perobahan keempat, yakni pasal 37;

Dari paparan pasal 37 UUD 45 itu, Abdul Hakim Siagian menilai, nampaknya tak begitu sulit bila partai pendukung pemerintah sekarang kompak untuk memuluskannya.

“Jadi, apakah lanjut periode ketiga atau berganti nampaknya cuma di tangan beberapa pimpinan parpol saja, rakyat tidak lagi diminta pendapatnya,” kata Abdul Hakim.

Jika ini terjadi, kata Abdul Hakim, maka tentunya ini sebuah kemunduran kehidupn demokrasi di republik ini. Sebab menurutnya, tentang periodesasi Presiden inilah salah satu pembedanya antara era reformasi dengan orba.

“Artinya, bila UUD 45 pasal 7 itu dirobah berarti mencontoh orba lagi. Sementara penyakit orba yang menyebabkannya runtuh yakni KKN. Lantas kini kok kayaknya kembali dicontoh, bahkan dengan begitu meriahnya,” sebut Abdul Hakim.

Karena itu, kata Abdul Hakim, nampaknya diperlukan kenegarawan beberapa ketum parpol dalam ketaatannya pada agenda reformasi.

“Dan khususnya kepada Bapak Jokowi kita berharap agar beliau menegaskan sikapnya dengan tegas, bahwa gagasan 3 periode itu menjerumuskannya,” tutup Abdul Hakim Siagian. (MRS)

Exit mobile version