Site icon TAJDID.ID

Era Kementerian Para Maling

Ilustrasi. (Ist)

Oleh: Azmi Syahputra

Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa mantan Mensos Juliari P. Batubara menerima suap sebesar Rp32,48 miliar dari para vendor atau 109 pengusaha yang menggarap proyek pengadaan Bansos Kementrian Sosial untuk penanganan Covid-19.

Uang suap yang diterima Juliari Batubara melalui Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso itu berkaitan dengan penunjukan sejumlah perusahaan penggarap proyek bansos Covid-19, seperti PT Pertani, PT Mandala Hamonganan Sude dan PT Tigapilar Agro Utama serta sejumlah vendor lainnya.

Ilustrasi (net)

Inilah Era Kementerian Para Maling. Bagaimana menggambarkan kementerian yang bisa disebut Kementerian Maling ini? akibat kolusi konglemerat dan oknum pejabat birokrasi, dalam hal ini karena Kementerian Sosial era Juliari Batubara yang berisi sarangnya penyamun,  kolusinya telah berubah menjadi monster “kejahatan kolektif atau maling kolektif” .

Para penguasa korup yang memerintah era kementerian ini adalah para maling, bahkan terbukti menterinya jadi rajanya Maling di kementeriannya karena dialah yang  dengan sengaja memerintahkan anak buahnya untuk minta upeti dan fee dari setiap paket bansos dari pengusaha, semuanya pelaku  ini adalah  sesama maling  yang  merasa dirinya tetap terhormat karena  berada di jabatan dan peran yang terhormat.

Proses hukum yang kini menjerat para maling tidak membuat mereka ketakutan, apalagi berhenti jadi maling.  Malah sekarang menambah kejahatan baru  di antara beberapa maling tadi. Malah nambah daftar perbuatannya, selain jadi maling, kini  bertambah skema perbuatannya jadi penipu dengan berbantah bantahan dalam persidangan dengan keterangan yang berbeda sesama maling tadi, guna menyelamatkan diri masing-masing pasca dimintai pertanggungjawaban hukum.

Ilustrasi. (net)

Lebih lanjut spektrumnya  kini  diketahui kementerian era maling ini,  dalam persidangan senin lalu (12/5) atas kasus Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kemensos Pepen Nazaruddin tidak mengakui dakwaan bahwa dirinya menerima sejumlah uang  sekitar 1 Milyar,  dimana ia mengaku hanya menerima cincin batu Akik dan sepeda brompton terkait fee dana bantuan sosial (bansos) Covid-19 di wilayah Jabodetabek 2020 . Apakah benar adanya begini? Padahal di wilayah  maling biasanya pelaku  saling ingin  ambil  dan pendapat banyak atas hasil curiannya?

Diketahui  pula dari kejadian korupsi dikementrian sosial, kita sebagai anggota masyarakat masih dan terus sedang menyaksikan “permainan” para pejabatnya terkait uang fee bansos di berbagai lapisannya,seolah pelaku sedang cari balikan modal plus keuntungan pribadi.

Ini  semakin menguatakan perilaku zamannya pejabat politik yang dapat jabatan dengan cara beli, zaman transaksi jadi pejabat, zaman perdagangan jabatan, dan bahkan zaman makelaran dan kini jabatan tersebut jadi kluster pasar jabatan menuju suatu saat pada “mall jual beli jabatan”.

Praktek pejabat minta fee proyek dan jual beli jabatan masih kerap terjadi di tubuh organ pemerintahan. Hal ini biasanya salah satunya disebabkan akibat ongkos politik yang mahal guna memperoleh posisi jabatan tersebut.

Akhirnya pejabatnya yang curang begini bukan orang yang bisa mensinkronkan program guna mensejahterakan rakyat, tapi orang yang berpikir sibuk mencari kembalian modal yang telah dibayar duluan dan bertahan dengan jabatannya.

Maka belajar dari suasana fenomena peristiwa  di Kementerian Sosial yang minta Fee  proyek itu yang persis di pasar, pasar ayam, pasar kambing, pejabat tertentu yang curang dan semua orang di pasar transaksi OTT ini cari uang, cari selisih untung. Bukan lagi cari kemuliaan, pengabdian kinerja, kebaikan dan keagungan sebagaimana sumpah jabatannya.  Bahkan kadang kita hampir sampai lelah melihat perilaku elit kekuasaan  di Kementerian atau lembaga negara yang masih tanpa rasa malu untuk terus korupsi.

Mereka para pejabat ini lupa dengan amanahnya, malah makin liar mencari sumber perolehan lain dengan memanfaatkan jabatan, yaitu minta fee proyek, termasuk penentuan jabatan pada pegawainya, serta pemberian izin sebagai upaya mencari sumber perolehan lain dengan memanfaatkan kewenangannya dengan curang.

Karenanya harus ada ktegasan sikap dan keberanian moral dari setiap warga Indonesia untuk terus menyuarakan kebenaran dan meluruskan perilaku Kementerian atau oknum penyelenggara negara yang bersifat maling atau yang korup ini.  Dikhawatirkan, bila ini dbiarkan maka kondisi kokoh Indonesia akan lambat laun menjadi proses pembusukan dimakan rayap, digerogoti dan dikerowoti maling -maling yang bekedok pejabat korupsi. Dan yang ada  akibatnya perilaku korupsi ini bagi masyarakat akan membuat semakin menderita.

Dan bila ini tidak disadari oleh setiap diri masyarakat dan bila tidak segera bangkit  bersama untuk meluruskan serta  menuntaskan permasalahan yang membahayakan kehidupan berbangsa ini, maka Indonesia dapat menuju negara di tepi jurang kehancuran, baik di bidang ekonomis maupun kedaulatan hukum. (*)

Penulis adalah Ketua Asosiasi Ilmuan Praktisi Hukum Indonesia( Alpha)

Exit mobile version