Oleh: Shohibul Anshor Siregar
Pemberitaan CNN Indonesia menyebut bahwa Pemkot Medan yang dipimpin Wali Kota Bobby Nasution menutup kawasan kuliner Kesawan City Walk.
“Bukan ditutup, bisa dibilang libur, karena kita kan mau lebaran, jadi mulai tanggal 6 Mei – 20 Mei akan diliburkan atau ditutup sementara, tidak ada hubungannya sama Covid, tapi karena menyambut lebaran,” kata Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Perkim, dan Penataan Ruang Kota Medan, Benny Iskandar kepada CNNIndonesia.com, Sabtu (1/5).
Menarik sekali peristiwa ini. Bagi saya ada catatan yang serius, di antaranya:
Pertama, Sumber informasi dan Otoritas Kebijakan.
Dalam beberapa pemberitaan dikatakan bahwa penutupan lokasi kuliner ini adalah Pemkot yang dipimpin oleh Walikota Medan Bobby Afif Nasutioan. Tetapi yang memberi penjelasan tentang alasan penutupan adalah Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Perkim, dan Penataan Ruang Kota Medan, Benny Iskandar. Ini janggal bagi saya, karena:
Mestinya saat Walikota Bobby Nasution menyatakan ditutup sementara, mestinya dia sekaligus menyatakan alasannya. Sebagai perbandingan, beberapa waktu lalu Presiden Jokowi menyatakan mengakhiri pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan sebagai gantinya, untuk menekan laju pertumbuhan Covid-19, akan menerapkan kebijakan baru yang dinamai Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Berskala Mikro yang efektif berlangsung mulai tanggal 9 Februari 2021.
Dalam PPKM Berskala Mikro itu diharapkan setiap desa bisa mendirikan posko tanggap Covid-19 yang berperan sebagai pendamping tim pelacak untuk melakukan penelusuran penyebaran Covid-19. PPKM Berskala Mikro ini menjadi pekerjaan rumah semua lini, tidak hanya menjadi tanggung jawab petugas kesehatan. Setidaknya dapat difahami bahwa pandemi dan kedaruratan medis adalah intervensi multisektor.
Presiden Jokowi jelas menyatakan kebijakan yang ditempuh, alasan pengambilan kebijakan itu, dan mekanisme pelaksanaannya.
Kemudian, menurut urusan pemerintahan kota mungkin masih ada Kepala Dinas lain yang lebih memiliki otoritas berdasarkan TUPOKSI untuk urusan ini jika pun Walikota Bobby Nasution akan mendelegasikan kewenangannya, misalnya Kepala Dinas yang terkait dengan UMKM, perdagangan dan Pariwisata. Dengan pendelegasian ini terbuka pertanyaan untuk menyoal apakah motif pembukaan Kawasan Kuliner Kesawan City Walk lebih terkait dengan masalah pemukiman (misalnya untuk maksud tertentu berkenaan dengan tanah dan bangunan di kawasan itu) atau masalah ekonomi dan kepariwisataan khususnya terkait UMKM dan sebagainya. Bukankah dalam nama Kawasan Kuliner Kesawan City Walk tempohari digaungkan soal kepercayaan diri tentang keunggulan kuliner dengan menyebut “Kitchen of Asia?”
Kedua, korelasi aneh antara kebijakan dan alasan.
Dalam pemberitaan tentang masalah ini juga dikutip ucapan Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Perkim, dan Penataan Ruang Kota Medan, Benny Iskandar: “Kita kerahkan untuk kegiatan jelang Lebaran. Saat lebaran masak enggak libur, karena kita belum punya badan pengelola.” Wisata, kuliner dan bisnis, justru menginginkan timing sentimental yang dapat dimanfaatkan untuk agregat pemasaran produk. Momentum lebaran malah mestinya harus dipandang menjadi peluang pelipatgandaan pasar. Jadi, Tindakan dan alasan sama sekali tidak berkolerasi.
Ketiga, sangkalan atas potensi ancaman bahaya penyebaran Covid-19.
Pemberitaan tentang kebijakan ini juga dilengkapi dengan penegasan bahwa penutupan itu tidak terkait dengan masalah Kesehatan yang potensil mengancam, yakni wabah covid-19.
Negasi itu sangat tidak masuk akal. Malah mestinya jenis usaha seperti ini harus mempertimbangkan tradisi kota selama ini, yakni Ramadhan Fair yang justru tidak dijadwalkan dan dengan sendirinya rakyat bertanya apakah alasan tak melanjutkan tradisi Ramadhan Fair karena Covid-19 terpenuhi dalam pembukaan Kawasan Kuliner Kesawan City Walk. Keduanya, dilihat dari disiplin prokes yang diprasyaratkan sama-sama terkait dengan potensi ancaman yang muncul dari interaksi sosial yang menimbulkan kerumunan.
Menyangkal Kawasan Kuliner Kesawan City Walk berpotensi menimbulkan ancaman klaster Covid-19 mestinya juga berlaku untuk tradisi lama Ramadhan Fair. Lagi-lagi pertanyaan rakyat akan Kembali secara kritis menyoal mengapa Ramadhan Fair “dimatikan” dan Kawasan Kuliner Kesawan City Walk dihidupkan Kembali dari pelaksanaan yang dulu pernah ada pada saat kepemimpinan Waliokota Abdillah meski pun diketahui dibuka Merdeka Walk menyusul penutupan permanen Keswan Square yang pada hakekatnya adalah Kawasan Kuliner Kesawan City Walk.
Beberapa waktu lalu saya pernah melontarkan kritik bahwa saya merasa orang-orang di sekitar Walikota Bobby Nasution yang sangat belia usia ini harus diingatkan agar jangan menginput gagasan-gagasan kurang berfilosofi kepada beliau, yang tujuannya sekadar beroleh pujian dari kalangan tertentu dalam mekanisme agregat dukungan populisme belaka atau untuk tujuan tersembunyi yang tak transparan, termasuk gebrakan pertamanya menertibkan bangunan-bangunan di sekitar lokasi Kawasan Kuliner Kesawan City Walk ini beberapa waktu lalu. Orang menjadi sangat heran, mengapa prioritasnya bukan bangunan-bangunan besar bermasalah yang bagi rakyat Kota Medan masih disimpan sebagai memori kuat tentang bangunan-bangunan besar yang mengundang konflik.
Tidak hanya harus berpantang membuat terobosan tanpa filosofi, Walikota Medan Bobby Nasution juga harus dibiarkan secara leluasa berfikir merdeka dan kreatif melahirkan gagasan-gagasan original yang menjanjikan kepentingan pemenuhan kesejahteraan rakyat. (*)
Penulis adalah Dosen FISIP UMSU