Oleh: Fauzi Anshari Sibarani, S.H., M.H
Maraknya kejahatan tindak pidana yang dilakukan oleh anak dewasa ini menunjukkan masih lemahnya sisi penegakan hukum di segala lini. Termasuk pengawasan/control dari orang tua menjadi penting, ditambah lagi wabah Covid 19 yang masih melanda di bumi pertiwi bahkan dunia mewajibkan bukan hanya siswa tapi orang tua juga harus melek teknologi untuk mengawasi anak dalam pembelajaran dalam jaringan (Daring).
Tanpa sadar ini merupakan cikal anak yang masih sangat dini di luar dari tugas sekolah juga berselancar di media sosial, yang akibatnya rasa keingintahuan anak menghantarkannya berbuat kejahatan bahkan berujung kepada pemidanaan.
Pesatnya kemajuan teknologi menjadi alas an terbesar anak harus berhadapan dengan hukum. Akibatnya, dari tahun ketahun anak-anak harus menjalani dan masuk ke dalam ruangan peradilan formal di Indonesia dan bahkan berujung kepada pemenjaraan.
Penjara sebagai media balas dendam telah menjadi diskusi yang panjang dan tak berujung khususnya dalam disiplin ilmu hukum pidana.
Sederhananya saat ini disebut dengan Lembaga Permasyarakatan (LAPAS) Khusus Anak. Lapas yang diharapkan dapat memberikan edukasi dan menjadifungsi pendidikan, pembelajaran, dan pertobatan yang sesungguhnya bagi anak terkadang menjadi wilayah dengan jurus-jurus yang lebih canggih melahirkan residivis baru. Tentu hal ini sangat tidak kita inginkan. Diharapkan penegakan hukum baik Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman, dan Advokat dapat bersinergi agar anak dihindarkan dari pemenjarannya karena bukan merupakan sebuah solusi yang tepat dan baik bagi diri anak.
Penjatuhan pidana terhadap anak adalah upaya hukum yang bersifat ultimumremedium, artinya penjatuhan pidana terhadap anak merupakan upaya hukum yang terakhir, setelah tidak adalagi upaya hukum lain yang menguntungkan bagi anak, semaksimal mungkin penjeraan bagi anak dihindarkan.
Pertanggungjawaban individual (Individual Responbility) dimana pelaku dipandang sebagai individu yang mampu bertanggungjawab penuh terhadap perbuatan yang dilakukannya. Sedangkan anak belum merupakan individu yang mampu atau dapat bertanggungjawab terhadap apa yang dilakukannya, mengingat anak merupakan individu yang belum matang dalam berfikir.
Salah satu asas yang memberikan pengkhususan terhadap perlindungan anak sebagai pelaku tindak pidana adalah asas The Best Interest Of The Child (kepentingan terbaik bagi anak). Hal ini senada dengan konsep Negara di Indonesia yaitu Negara hukum (Pasal 1 ayat (3) UUD 1945)
Asas kepentingan terbaik bagi anak ialah asas hak anak yang berasal dari Pasal 3 Konvensi Hak-HakAnak (KHA) Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menyatakan bahwa, dalam semua tindakan mengenai anak, yang dilakukan oleh lembaga-lembaga kesejahteraan sosial Negara atau swasta, pengadilan hukum, penguasa administratif atau badan legislatif, kepentingan-kepentingan terbaik anak harus menjadi pertimbangan utama.
Dalam penanganan perkara tindak pidana anak sebagai pelaku, asas the best interest of the child ¬jarang sekali bahkan diabaikan untuk diterapkan dalam sistem peradilan pidana anak terutama pada saat pengambilan keputusan kepada anak.
Dalam tingkat kepolisian misalnya, Polisi sebagai pintu gerbang sebagai tahap awal dalam sistem peradilan pidana anak harusnya dapat mengedepankan asas tersebut pada tahap penyidikan dan penyelidikan.
Sebagai upaya penerapan asas the best Interest of the child kepolisian diberikan kewenangan diskresi (discretionary power) yang artinya kewenangan legal di mana kepolisian berhak untuk meneruskan atau tidak meneruskan suatu perkara khususnya anak yang berhadapan dengan hukum.
Tindakan lain yang ditendensikan kepada makna diskresi kepolisian penyidik diberi kewenangan untuk bersifat personal sebagaimana disebutkan dalam Pasal 7 ayat (1) butir j KUHAP,Pasal 18 ayat (1) UU Kepolisan, dan TR KabareskrimPolriNomor: TR/1124/XI/2006 tentang penerapan restorative justice untuk penanganan perkara anak di wilayah kepolisian.
Undang-UndangNomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak telah menjelaskan dalam Pasal 2 bahwa sistem peradilan pidana anak dilaksanakan berdasarkan beberapa asas, salah satu diantaranya pada huruf (d) ialah asas kepentingan terbaik bagi anak.
Kepolisian harus berperan aktif dalam mengedepankan asas ini dengan pendekatan restoratif justice, yang artinya asas the best interest of the child juga bukan serta merta mengabaikan perlindungan hukum bagi anak sebagai pelapor. Diterapkannya asas ini agar baik anak sebagai korban maupun sebagai pelaku keduanya terakomodir hak-haknya dan dilindungi kepentingan hukum bagi si anak.
Penulis adalah Kepala Bidang Administrasi & Keuangan LAW FIRM PENCERAH