Oleh: Azmi Syahputra
Terkait tertangkapnya oknum penyidik KPK, seorang pengacara dan ditersangkakan Walikota Tanjung Balai terkait suap pada penyidik KPK (Kamis, 23 /4) yang mana pertemuan penyidik KPK dan Wali Kota Tanjungbalai diketahui difasilitasi pertemuaannya oleh Salah satu petinggi DPR RI.
Bagaimana bisa rembes atau bocor tindakan yang akan dilakukan KPK sampai bisa di difasilitasi pertemuaannya kepada pelaku yang akan diselidiki KPK, oleh salah satu anggota legislatif, padahal diketahui bukankah informasi penyelidikan KPK itu sifatnya tertutup?
Padahal jika diilustrasikan dampak rembes itu pada seolah dinding, bisa airnya kemana- mana, membuat ruangan lembab dan dapat membuat bangunan jadi reta. Bagaimana dengan unit dinding KPK apakah sudah kena rembes semua kah?
Secara dari kasus ini ,tahap penyelidikan sudah diketahui dan dirembeskan atau dibocorkan sejak Oktober 2020 dan sudah pula difasilitasi pertemuan oleh salah satu anggota DPR tersebut, ini menunjukkan setidaknya pertahanan lini dalam organ KPK sudah “rembes”, SOP tidak jalan, pengawasan internal kurang maksimal, peraturan kode etika dan pedoman perilaku KPK diabaikan. Jadi sudah rembes kemana-mana.
Inilah puncak “gawat kejahatan” dan “gawat korupsi”. Reformasi yang digaungkan penyelenggara negara dilukainya sendiri, dikhianti, karena kegiatan reformasi termasuk melalui revisi UU KPK serasa” ada sayur dibalik bakwan”. Kewenangan dijalankan dibarengi dengan dusta dan guna melindungi kepentingan tertentu serta tampak keterlihatan rapinya jaringan pelaku kejahatan yang bisa bersinergis dengan simpul kekuasaan, termasuk peran pertarungan kewenangan yang didasarkan kepada ambisi kekuasaan politik.
Ini adalah bentuk penyimpangan kelembagaan (organizational deviance) yang dilakukan sangat terencana dari orang -orang yang punya kewenangan dalam organ negara, perilaku menyimpang ini berubah menjadi suatu tindak pidana kejahatan dengan dampak daya rusak yang luas. Karena efek perbuatan ini telah mengacaukan dan merusak tatanan hukum dan kepercayaan publik pada organ negara, karena disini kejahatan terlihat semakin sempurna, sebab dilakukan oleh orang orang yang punya kewenangan dan punya pengetahuan hukum, sehingga penyelesaian kasus ini pun direkayasa, “dibungkus rapat melalui uang”.
Maka yang terpenting dari kasus penangkapan penyidik KPK ini atas perkara Wali Kota Tanjungbalai Sumatera Utara, ditemukan aktor utama atau dalang perbuatan ini. Karena dari orang inilah yang menjadi kunci untuk menggerakkan lebih jauh termasuk pihak-pihak yang dapat ditarik pertanggungjawaban pidananya dengan kualifikasi turut serta, yang menganjurkan dan orang yang menyuruh melakukan pembantuan tindak pidana dalam perkara ini dengan tindakan, upaya dan skema penyelesaian kasus hukum Wali Kota Tanjungbalai dengan cara memberi suap milyaran rupiah, termasuk pembukaan rekening bank serta pembayaran suap bertahap yang sudah dikemas seolah pembayaran kredit bertahap.
Sehingga diharapkan melalui tindakan penyidikanlah akan dikumpulkan dan ditemukan bukti bukti, bukti bukti ini membuat terang tentang peristwa pidana yang telah terjadi termasuk menemukan pihak pihak tersangka lainnya yang dapat dimintai pertanggungjawaban hukum. (*)
Penulis adalah Ketua Asosiasi Ilmuan Praktisi Hukum Indonesia.(Alpha), Alumni Fakultas Hukum UMSU.