Oleh: Siti Nur
Pernahkah kita bertanya, mengapa rautan pensil tidak boleh ditiup? Menurut kalian, mitos atau fakta?
Ya, terkadang larangan orang-orang zaman dahulu sebagian bisa kita terima dengan akal. Meskipun tak berpendidikan tinggi, tetapi mereka lebih cerdas dari generasi yang anak desa saja bisa sekolah di kota bahkan luar negeri. Rautan pensil yang sering ditiup akan membuat logam sebagai bahan baku pisau mengikat oksigen yang terdapat dalam uap air dari mulut kita (dalam ilmu kimia, peristiwa tersebut kita sebut korosi atau pengaratan) sehingga membuat pisau rautan pensil berkarat dan tumpul.
Seperti kita ketahui, proses pengaratan tersebut memerlukan waktu yang cukup lama, untuk membuat sebuah benda dari logam keropos bahkan hancur. Namun, ada peristiwa di mana air dapat menghancurkan besi dalam sekejap.
“Kapal semewah dan semegah ini tidak akan pernah tenggelam.” Begitu celetukan para perancang RMS Titanic, kapal tercanggih pada zamannya. RMS Titanic adalah sebuah kapal penumpang super Britania Raya yang pada tanggal 15 April 1912 melakukan pelayaran perdananya dari Southampton, Inggris ke New York City. Sekira pukul 23:40 di tengah Samudera Atlantik Utara, kapal ini menyenggol gunung es sehingga merobekkan lambung kapal. Perlahan air masuk mengisi ruang demi ruang, dalam waktu tiga jam saja, badan kapal yang terbuat dari besi itu terbelah menjadi dua, menenggelamkan 1514 orang. Kapal yang menampung dua ribuan orang ini hanya menyisakan 710 penumpang selamat.
Belakangan diketahui, kapal ini tidak menyediakan sekoci yang cukup, mengabaikan standar keselamatan demi ambisi prestisius dan estetika. Betapa sombongnya para perancang yang mengatakan kapal buatannya tidak akan tenggelam, sedangkan dengan satu ‘sentilan’ saja, Tuhan dapat menenggelamkannya dan mereka tak bisa berbuat apa-apa.
Mari kita maju ke abad modern, di mana teknologi telah melesat canggih. Beberapa kali kita mendengar kecelakaan pesawat terbang yang tidak menyisakan korban selamat.
Kecelakaan pesawat besar yang pertama saya ingat adalah Adam Air nomor penerbangan 574 Jakarta-Manado dan sempat transit di Surabaya. Pesawat yang mengangkut 102 orang penumpang beserta awak itu jatuh di Selat Makassar pada 1 Januari 2007. Menurut kabar yang saya ketahui hingga kini, bangkai pesawat dan jenazah tetap terkubur di dasar lautan. Blackbox pesawat tersebut baru ditemukan beberapa bulan kemudian pada kedalaman sekira dua kilometer di bawah permukaan laut.
Pada 1 Juni 2009, pesawat Air France 447 terbang mengangkut lebih dari 200 penumpang dan 12 awak dari Brasil menuju Prancis. Burung besi ini hilang kontak dengan radar di atas Samudra Atlantik. Menurut kabar yang beredar, kapten dan co-pilot mengaktifkan mode autopilot dan sang kapten tertidur. Ketika pesawat mengalami masalah, co-pilot yang belum banyak jam terbang itu seorang diri berusaha mengendalikan tunggangannya agar kembali stabil. Namun, Yang Maha Kuasa menghendaki pesawat berjenis Air Bus ini menghantam Samudra Atlantik. Konon katanya, pada rekaman CVR, co-pilot sempat mengucapkan makian kotor sebelum pesawat jatuh.
Kecelakaan pesawat paling menghebohkan pada zaman modern ini adalah MAS MH370 yang sedianya mengangkut 239 orang dari Kuala Lumpur ke Beijing. Tengah malam buta pada 8 Maret 2014, hilang dari radar di sekitar Luat Cina Selatan. Hingga kini, tak ada keterangan sahih, apa, mengapa, dan di mana titik jatuhnya, meski diturunkan alat-alat super canggih yang dioperasikan orang-orang jenius.
Kalau sudah begini, apa artinya kita manusia dibanding ilmu dan kekuasaan-Nya yang tak bertepi?! Akan tetapi, masih ada saja orang-orang yang menyombongkan diri. Informasi tambahan, empat bulan pasca hilangnya MH370, tepatnya 17 Juli 2014, maskapai pelat merah Malaysia ini kembali ditimpa musibah. MAS MH17 jatuh di Ukraina. Pesawat yang membawa 280 orang atau lebih ini diduga ditembak oleh salah satu dari dua kubu yang sedang berseteru. Penembakan pesawat sipil ini jelas pelanggaran hukum internasional.
Masih tahun 2014, tepatnya 28 Desember, Air Asia QZ8501 rute Surabaya-Singapura jatuh di Laut Jawa. Lagi, orang-orang yang sedang bersuka cita dalam rangka libur natal dan tahun baru, bersuka cita karena akan menjenguk anaknya yang tengah menempuh studi di negara bermaskot Singa
Merlion itu, rupanya mereka telah begitu dengan dengan kematian.
Senin, 29 Oktober 2018, Lion Air JT610 rute Jakarta-Pangkal Pinang jatuh di Laut Jawa wilayah Karawang. Sebelum jatuh dari ketinggian 3000 feet, pesawat yang mengangkut 189 orang ini meminta izin untuk kembali ke bandara asal.
Kecelakaan terbaru yaitu Sriwijaya Air SJ182 rute Jakarta-Pontianak. Boeing yang membawa 56 orang itu jatuh di perairan Kepulauan Seribu. Atas kerja keras dan kerja ikhlasnya tim SAR, tidak perlu waktu lama, blackbox sudah berhasil diangkat ke daratan.
Seluruh kecelakaan pesawat yang menghantam lautan itu, hanya menyisakan artefak berupa puing-puing yang tak seberapa besarnya dibanding badan pesawat utuh. Tak ada lagi keraguan, dengan izin dan kehendak-Nya, air yang lembut itu dapat menghancurkan besi dalam beberapa menit saja, serta mematikan ratusan orang dalam waktu bersamaan melalui malaikat maut.
Demikianlah kematian yang benar adanya. “Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.” (QS. An Nisa’ 78).
Pernahkah kita membayangkan, berada dalam pesawat yang sedang terbang di atas lautan mengalami turbulensi, hati dan lisan kita begitu kuat berdzikir dan berdoa. Namun, setelah mendarat dengan selamat, kita kembali lalai.
“Maka apabila mereka naik kapal mereka berdoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya, maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke daratan, tiba-tiba mereka kembali mempersekutukan Allah.” (QS Al-Ankabuut, 65).
Mati dengan husnul khotimah, di atas kasur empuk, berselimut tebal dan hangat setelah melewati sakit yang menggugurkan dosa-dosa adalah harapan banyak orang. Namun, kematian itu mutlak rahasia-Nya. Kapan, di mana, dan bagaimana caranya tak ada yang bisa menawar. Di darat, entah di belahan bumi mana akan dikuburkan, bahkan di lautan terkubur dalam perut ikan sama saja.
Bukan kematian itu yang menakutkan, tetapi perjalanan panjang setelahnya, sedang diri masih berorientasi pada dunia yang cuma sekejap saja. Tentu kita semua berharap diberi kesempatan menggapai husnul khotimah dan dilapangkan perjalanan panjang menuju akhirat, bagaimanapun cara kematian itu menghampiri kita. (*)
6 Maret 2021.