Oleh: M. Rizky Anshori Manurung
Istilah radikalisme berasal dari bahasa latin, yaitu radix atau radicis yang berarti akar. Dalam bahasa inggris, kata radical dapat bermakna ekstrim, menyeluruh, fanatik, revolusionr, dan fundamental.
Dari sisi bahasa, istilah radikal sebenarnya netral, bisa berarti positif ataupun negative. Secara definitive, radikalisme merupakan suatu sikap atau pemahaman yang mendambakan perubahan secara total dan bersifat revolusioner dengan cara menodai nilai-nilai yang ada. Sehingga seringkali berkaitan dengan gerakan ekstrimis yang terimplementasikan melalui aksi-aksi terorisme.
Sederhananya, radikalisme adalah embrio dari lahirnya gerakan terorisme yang berkembang hingga saat ini. Kejadian bom bunuh diri di Gereja Katedral, Makassar, Sulawesi Selatan pada Minggu (28/03/2021) lalu, menambah catatan kelam aksi terorisme yang terjadi di Indonesia dan merupakan pekerjaan rumah yang berkelanjutan untuk pemerintah dan masyarakat Indonesia.
Secara historis, sebenarnya istilah radikalisme diproduksi pertama pertama kali oleh Negara barat. Pemahaman agama mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap sikap pemeluknya. Secara literal, islam berarti pasrah kepada Tuhan dan kedamaian. Kedamaian dalam Islam mengacu pada kondisi batin yang ada pada setiap individu seseorang yang mengamalkan islam, yakni seseorang yang berusaha memahami dan menjalankan kehendak Tuhan.
Pada hakikatnya, setiap agama tidaklah mengajarkan kekerasan dan cara-cara tidak manusiawi. Pemahan radikal muncul seiring dengan tekanan terhadap kelompok masyarakat, dan tidak terpaku hanya pada golongan tertentu.
Cara-cara perlawanan ekstrim tidak mencerminkan masyarakat Indonesia dalam hidup berbangsa dan bernegara yang menjunjung tinggi segala bentuk keberagaman yang ada. Hal ini dibuktikan dengan slogan Bhineka Tunggal Ika dalam menjunjung persatuan diatas keberagaman yang menghiasi warna persaudaraan di Indonesia.
Pada akhirnya berangkat dari impian kehidupan damai dalam masyarakat yang multikultural di Indonesia, peran Negara memang sangat diperlukan. Karl marx, seorang filsuf dari jerman menyatakan bahwa negara merupakan kekuasaan yang mempertahankan dirinya terhadap organisasi yang lainnya.
Artinya, negara dalam hal itu berkawajiban untuk ikut andil dalam perdamaian di wilayahnya, serta wajib untuk membentengi diri dari serangan paham-paham yang bertentangan dengan nilai – nilai yang ada di wilayahnya. Menumbuhkan kembali semangat Pancasila dalam koridor persatuan adalah mutlak dilakukan. Salam Damai. (*)
Penulis adalah Sekretaris Bidang Kesehatan PC IMM Kota Medan
Kenapa rujukannya adalah Karl Marx ????
apakah tidak ada rujukan lainnya ????