TAJDID.ID-Jakarta || Anggota Komisi IX DPR, Saleh Partaonan Daulay, mengkritisi keputusan pemerintah yang menggunakan istilah berbeda-beda dalam penangan pandemi Covid-19. Ia merasa heran, padahal menurutnya sudah ada PSBB yang hanya perlu ditingkatkan lagi dalam mengatasi pandemi ini.
“Kelihatan bahwa pemerintah belum menemukan satu formulasi yang khusus terkait penanganan COVID-19 ini. Makanya selalu ada perubahan aturan. Kalau bukan perubahan aturan pemerintah pusat yang berubah, selalu justru aturan pemerintah daerah, di provinsi dan kabupaten kota,” kata Saleh, Kamis (7/1), dikutip dari Kumpara.
Seperti diberitakan, pemerintah mengeluarkan kebijakan baru untuk menekan angka penyebaran COVID-19 yang kini spesifik untuk beberapa kabupaten dan kota di Jawa dan Bali pada 11-25 Januari 2021.
Kebijakan itu diberi nama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Isinya mirip PSBB yang diatur Permenkes, PPKM diatur melalui Instruksi Mendagri.
Politisi PAN ini mempertanyakan alasan pemerintah membuat aturan baru. Dia menyarankan seharusnya pemerintah menentukan kebijakan yang berskala nasional.
“Nah, menurut saya sebetulnya aturan itu bisa dibuat dalam skala nasional saja meskipun target sasarannya itu beda-beda, katakanlah misalnya beberapa kota tertentu yang ditunjuk,” ujarnya.
Selain itu, ia juga mempertanyakan pengawasan dalam PPKM yang secara substansi mirip PSBB. Yaitu Work From Home hingga pengurangan kapasitas di masjid.
“Ini kan ada PSBB (PPKM) Jawa-Bali. Misalnya pembatasan WFH 75 persen, kerja kantor 25 persen. Nah oke itu nanti yang mengawasinya gimana? Kedua, sekarang orang masuk ke rumah ibadah hanya 50 persen. Itu bagaimana cara mengatasinya? Apa nanti orang bergiliran gitu datang ke masjid,” ujarnya.
“Nanti hari ini masyarakat ini (diatur) besok masyarakat ini. Itu bagaimana? Karena aturan teknis aja belum ada apalagi mengawasi itu loh? Misalnya kan yang dibuat dalam aturan itu termasuk mal kan tutup pukul 19.00 WIB malam, oke bagus. Tapi misalnya kalau ada tempat tempat lain di luar mal yang buka itu gimana mengatasinya?” tanya Saleh.
Saleh menyimpulkan butuh 3 hal agar kebijakan PPKM bisa efektif, yaitu penjelasan, ketegasan, dan sanksi agar ada kepatuhan dan efek jera.
“Penjelasan, ketegasan dan kalau perlu ada sanksi. Sehingga ini bukan hanya sekadar aturan saja tapi hal-hal itu,” ujarnya.
Sebelumnya, PPKM diberlakukan pada kabupaten/kota di Jawa dan Bali yang memenuhi salah satu atau seluruh kriteria sebagai berikut: tingkat kematian di atas rata-rata tingkat kematian nasional, tingkat kesembuhan di bawah rata-rata tingkat kesembuhan nasinal, kasus aktif di atas tingkat kasus aktif nasional dan tingkat keterisian tempat tidur rumah sakit untuk ICU dan ruang isolasi di atas 70%. (*)