Oleh: Shohibul Anshor Siregar
Deklarasi sikap politik itu penting. Malah amat penting. Tetapi paslon harus sadar betul mana klaim kosong dan mana ekspresi jujur.
Bukankah kebanyakan dari perhelatan deklarasi dukungan politik terkategori diapakakan dan yang justru kontra produktif? Sadari itu, karena tak lama usai deklarasi kerap malah menjadi pemicu kesadaran penolakan terbuka yang meluas.
Sadari pula bahwa sesungguhnya ada komunitas yang merasa sepatutnya tak perlu deklarasi. Tetapi ingatlah agen-agen selalu merasa amat perlu menghitung “sisa hasil usaha” di akhir kegiatan dan tentu saja ia pun butuh stempel “pahlawan pemenangan”.
Tim pun ada dua macam. Pertama boleh disebut Tim Menang: kedua, Tim Pesta. Keduanya punya orientasi, agenda dan kesadaran politik yang berbeda diametral.
Contoh ini mungkin bisa menjelaskan. Membagikan kaos, masker dan sembako, secara terpisah maupum ditumpuk sepaket, kerap menjadi kelaziman kampanye masa sulit musim covid-19.
Boleh juga masih ditambah cara untuk lebih meyakinkan, yakni mengumpulkan fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) penerima barang titipan itu.
Bayangkan Tim Menang dari kubu lain bekerja di wilayah yang sama, usai pembagian, 5 orang dari tim lain itu masuk ke wilayah yang sama dan bertanya-tanya senang atau tidak, dan akan memilih paslon yang mengucurkan paket atau tidak. Juga bertanya serius tentang kecemburuan dari orang yang tak beroleh pembagian.
Tim Menang akan bekerja terukur, tak cuma merasa wajib setor foto kegiatan dan kertas-kertas transaksi berikut foto copy KTP kepada “ndoro majikan”. (*)
Penulis adalah Dosen FISIP UMSU