Oleh: Azmi Syahputra
Berdasarkan pembacaan terhadap Omnibus Law Undang Undang Cipta Kerja (versi jumlah 905 halaman), kami meyakini adanya semangat pembaharuan dalam memberikan kemudahan izin berusaha dan terobosan hukum untuk mendorong peluang invesitasi. Namun agar tidak melanggar prinsip Negara Hukum harusnya UU ini dibentuk dengan cermat, hati- hati dan kajian yang dilakukan lebih teliti dan detail.
Ada beberapa hal yang menjadi keresahan akademik dalam pengaturan UU Cipta Kerja ini utamanya terkait pengaturan eksepsional keuangan negara yang dikonversi menjadi keuangan Lembaga.
Bila memandang dan menelisik bahwa aturan yang termuat dalam Bab X (vide pasal 154 sd 173 UU Cipta Kerja) memiliki potensi bertabrakan dengan muatan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Bab X ini mengamanatkan pembentukan lembaga baru yaitu Lembaga Pengelola Investasi (LPI), yang memiliki kewenangan sangat besar yang akan mengelola dana/aset negara yang diinvestasikan. Yang menarik lembaga ini hanya bisa dbubarkan melalui undang undang pula.(pasal 171 ayat 1). Pemerintah memberikan modal minimal 15 trilyun dan dapat menambah modal bagi lembaga ini jika modalnya berkurang (pasal 170 UU Cipta Kerja). Yang menarik UU CK menyebut asset/dana negara yang dipindahkan tangankan kepada LPI ini menjadi asset/dana Lembaga dan menjadi Milik dan tanggung jawab Lembaga (vide pasal 157 ayat2). Menariknya pihak yang terlibat dalam lembaga ini tidak dapat dimintai pertanggung jawaban hukum jika terjadi kerugian investasi dengan empat alasan sumir (pasal 163 Jo Pasal 164 ayat 2)
Beberapa klausula ini akan menggeser unsur kerugian negara dalam UU Tindak Pidana Korupsi karena terminologi uang atau aset negara yang diinvestasikan disini sudah menjadi aset/ dana Lembaga. Akibatnya kerugian investasi berarti kerugian lembaga dan bukan kerugian negara yang selama ini yang bisa dituntut melalui UU tindak pidana korupsi. Audit terhadap Lembaga ini pun hanya dibatasi dilakukan oleh akuntan public (pasal 161), tidak ada pengaturan khusus keterlbatan Lembaga negara resmi seperti BPK untuk melakukan audit.
Jika diperhatikan unsur kerugian negara, ini menjadi vital dan unsur penting dalam banyak kasus penyidikan korupsi. Contoh kasus skandal mega korupsi Jiwasraya yang sedang disidik atau dituntut Kejaksaan Agung saat ini atau kasus korupsi.BUMN yang lain? Karena kasus ini dapat diperiksa dan diadili berawal dari unsur merugikan uang negara yang dikemas oleh pelaku dengan modus seolah salah investasi yang menimbulkan merugikan keuangan negara.
Jika benar adanya dan disahkan klausula dalam pasal pasal dalam bab X terkait investasi pemerintah pusat dan kemudahan proyek strategis nasional ini nampaknya ingin membuat kekebalan hukum pada penyelenggara LPI serta ingin menggeser unsur kerugian negara menjadi kerugian Lembaga. Ini berarti semua perbuatan yang berpotensi korupsi yang terjadi di lembaga investasi bukan lagi ranah kewenangan aparat Penegak hukum.
Proses check and balance, keterlibatan DPR juga minim dalam pengambilan keputusan investasi ini, Aset negara atau aset bumn yang diinvestasikan tadi dengan persetujuan lembaga bisa dpindahtangankan secara langsung pada perusahaan tanpa keterlibatan DPR
Memperhatikan hal tersebut diatas, pemerintah perlu menjelaskan alasan dibalik pengaturan eksepsional yang bisa menjadi celah koruptif dalam pengelolaan trilyunan uang negara. Apalagi beberapa ilmuwan hukum tata negara telah pula mengingatkan syarat formil dan taat asas dalam pembentukan Omnibus law
UU CK ini yang dianggap perlu di evaluasi kembali
Mengingat hingga saat ini draft akhir masih belum bisa diakses publik dan sedangkan perintah ketentuan penutup dalam undang undang ini dinyatakan paling lama dalam waktu 3 bulan semua peraturan pemerintah, peraturan presiden, peraturan pelaksana dalam undang undang ini harus sudah ada, potensi ketergesaan perumusan dan rumusan bermasalah akan dapat muncul kembali dan menjadikan uu ini kurang efektif dalam pelaksanaannya, karenanya diperlukan kajian detail dan evaluasi kembali agar tidak terburu buru mensahkan uu ini
Salam Maju Kedepan Meluruskan Tujuan Bangsa. (*)
Pengurus adalah Pengurus Perhimpunan Dosen Ilmu Hukum Pidana Indonesia (DIHPA Indonesia)/Alumni Fakultas Hukum UMSU