Site icon TAJDID.ID

Refleksi Perkembangan Dakwah Islam di Indonesia

Ilustrasi Sejarah Dakwah Islam di Indonesia.

Oleh: Rahmatullah Syabir

 

Fenomena berdakwah masa kini, merupakan lompatan besar dari dakwah Islam terdahulu.
Islam secara bertahap berkembang dibagi menjadi enam periode. DiantaranyaPeriode Kerajaan, Periode Kolonial Belanda, Periode Penjajahan Jepang, Periode Orde Lama, Periode Orde Baru, dan terakhir Periode Reformasi.

Periode Kerajaan

Awalnya Islam masuk ke Nusantara melalui jalur perdagangan. Karena memang pada saat itu Nusantara merupakan pusat perdagangan yang memiliki banyak rempah-rempah sehingga bangsa lain tertarik akan hal tersebut.

Kemudian lewat jalur inilah Islam mulai menyebar. Akulturasi budaya pun terjadi di Nusantara baik dari segi politik, pendidikan, seni, keagamaan dan lain lain.
Dakwah Islam sangat diterima oleh masyarakat lokal, karena dibawakan dengan cara arif bijaksana tanpa pemaksaan sedikitpun.

Wali songo yang merupakan penyebar ajaran Islam khususnya di pulau Jawa mengajarkan Islam dengan cara pendekatan budaya lokal dengan prinsip MauidzatilHasanah atau pengajaran yang baik.
Dakwah Islam tidak serta merta langsung diterima, perlu proses tadrij atau bertahap dilakukan karena budaya masyarakat lokal pada waktu itu masih sangat kental.

Lalu perkembangan Islam semakin meningkat ketika Kerajaan Samudera Pasai yang merupakan kerajaan Islam pertama berdiri pada 1267. Hal inilah yang memantik berdirinya kerajaan kerajaan Islam lainnya.
Pada era kerajaan Islam inilah, banyak perkembangan pesat yang terjadi seperti didirikannya masjid, surau, langgar, dan lain lain sebagai tempat beribadah umat muslim maupun sarana pendidikan Islam.
Tujuan lainnya adalah membumikan ajaran Islam melalui prinsip Amar makruf nahi munkar dan menjaga tradisi lokal yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam.

Periode Kolonial Belanda

Lalu ketika kolonial Belanda masuk ke Nusantara, umat Islam menjadi susah untuk menyebarkan ajaraannya karena kolonial Belanda pada waktu itu ikut campur dalam permasalahan agama.

Kolonial Belanda sangat takut kepada Islam, akibat perjuangan maupun perlawanan-perlawanan dari umat Islam. Maka dari itu mereka mengawasi gerak-gerik para ulama, atas nama ketertiban dan keamanan.

Tapi semangat perlawanan tidak pernah padam, untuk merdeka dari penjajahan kolonial Belanda. Kondisi politik dunia yang begitu dinamis pada saat awal abad ke 20 membuat penjajah Belanda mulai melunak walaupun tetap beringas, dengan mempersilahkan pribumi maupun priyayi untuk mendirikan kelompok kelompok/organisasi/perserikatan untuk didirikan.

Maka dari itu terbentuklah Sarekat Dagang Islam disingkat SDI yang didirikan oleh Haji Samanhudi pada tahun 1905. SDI merupakan organisasi pertama yang lahir yang tujuan awalnya adalah perkumpulan pedagang Islam yang menentang kebijakan politik Kolonial Belanda pada waktu itu.

Kemudian SDI selanjutnya selalu berganti-ganti nama dan tujuannya pun sudah mulai bergerak ke arah politik, pendidikan, dan sebagainya.

Akhirnya banyak perkumpulan Islam yang terbentuk seperti Muhammadiyah, Nadhlatul Ulama, Persatuan Islam, Jami’iyatul Khair, MIAI, dan lain-lain.

Corak dakwahnya pun berbeda, ada yang fokus kepada perjuangan politik, gerakan kepemudaan, literasi pendidikan, dan sebagainya. Tapi mereka pada dasarnya memperjuangkan Islam dan bertekad merebut kemerdekaan dari penjajah.

Periode Penjajahan Jepang

Pada mulanya, Jepang datang dengan membawa hawa persahabatan bagi masyarakat lokal. Jepang pada waktu itu yang bersekutu dengan Nazi Jerman pada era Perang Dunia II, berhasil mengusir belanda tanpa syarat pada 9 Maret 1942. Disinilah dimulai penjajahan Jepang selama kurang lebih 3 tahun.

Kegembiraan masyarakat lokal pada waktu itu dengan datangnya jepang bukan tanpa sebab, selain berhasil mengusir Belanda dan memenjarakan sebagian serdadunya, Jepang juga mengirim pelajar pribumi ke Jepang untuk dididik.

Tapi masyarakat sangat menyadari tujuan Jepang, yang akan menipponkan bangsa jajahannya, dan mengganti agamanya dengan Sintoisme secara perlahan.

Maka dari itu perlawanan keras tetap muncul dimana-mana, selama bukan bangsa sendiri yang mengelola tumpah darahnya, maka semangat perlawanan tidak akan pernah luntur.

Lalu kemudian umat Islam fokusnya terbagi, ada yang berjuang lewat perang fisik, dan ada juga berjuang lewat pemikiran melalui organisasi.

Akhirnya, Jepang membentuk suatu Kantor Urusan Agama Daerah atau Shumubu pada 1944. Disinilah peran aktif Kahar Muzakkar maupun Wahid Hasyim dalam memperjuangkan Islam walaupun dalam pengawasan Jepang.
Karena agitasi dan perlawanan yang terlalu keras, MIAI yang didukung oleh NU dan Muhammadiyah dibubarkan oleh Jepang. Dan Jepang membentuk suatu organisasi baru yaitu Majelis Syuro Muslimin Indonesia atau Masyumi dengan KH. Hasyim Asy’ari sebagai pemimpinnya.

Masyumi semakin berkembang dan kokoh , yang menyebabkan Jepang melakukan reorganisasi Shumubu yang bertujuan agar segala permasalahan agama tidak terlalu dipersulit. Dan membuat Masyumi dan Umat Islam lebih leluasa terhadap dakwah atau penyebaran agamanya.

Kemudian setelah Jepang membentuk Masyumi yang bertujuan mempersatukan Nasionalis dan Agamis, Jepang juga membentuk Hizbullah sebagai organisasi kemiliteran untuk pemuda-pemuda maupun rakyat lokal.
Karena desakan terus-menerus dari PD II, Jepang akhirnyamenjajikan kemerdekaan bagi Indonesia dengan dibentuknya BPUPKI.

Ketika semakin terdesak dan dibomnya kota Hiroshima dan Nagasaki pada Agustus 1945, Jepang semakin melemah dan Fokusnya bukan lagi kepada wilayah jajahannya.

Akhirnya momentum ini dimanfaatkan oleh rakyat untuk memproklamirkan kemerdekaan Bangsa Indonesia pada 17 Agustus 1945 yang dibacakan oleh Bung Karno.

Selama masa penjajahan Jepang, walaupun banyak kekejaman yang dilakukannya, tetapi tidak sedikit juga keuntungan-keuntungan yang didapatkan oleh rakyat Indonesia.

Arah politik Jepang pada waktu itu sebatas memobilisasi massa untuk kepentingan perang Asia Timur Raya, beda halnya dengan Belanda yang menindas rakyat dengan mengeksploitasi SDA Indonesia.  Karena tujuan itulah, Jepang memberikan kesempatan yang terbuka lebar bagi para golongan Islam dan Nasionalis Sekuler untuk berpolitik maupun berlatih militer dan sebagainya.

Tapi walaupun begitu, kejahatan-kejahatan Jepang yang pernah dilakukan, tetap susah untuk dilupakan.

Periode Orde Lama

Setelah di proklamirkannya Kemerdekaan Indonesia oleh Bung Karno , semua masyarakat dari berbagai lapisan dalam keadaan bergembira dan merayakan hari bersejarah itu

Tapi itu tidak lama, banyak PR besar yang harus di selesaikan oleh pemimpin-pemimpin nasional kala itu. Seperti dasar negara, bentuk pemerintahan, bahkan kedatangan kembali kolonial Belanda.

Setelah jalan panjang mencapai dasar negara yaitu Pancasila pada 1 Juni 1945, akhirnya Panitia Sembilan melengkapi rumusan dokumen penetapan dasar negara tersebut pada 22 Juni 1945, salah satu diantaranya ialah Piagam Jakarta sebagai Mukaddimah atau Pembukaan UUD 1945.

Tapi poin atau sila pertama dari Piagam Jakarta itu, mendapatkan penolakan dari utusan Indonesia Bagian Timur. Yang bunyinya “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”
Lalu Bung Hatta pada sidang pertama PPKI 18 Agustus 1945 mengusulkan sila tersebut dengan “Ketuhan Yang Maha Esa”. Dan semuanya sepakat.

Selain pada pembentukan dasar negara itu, dan Agresi Militer Belanda yang berakhir 1949. Banyak pemberontakan-pemberontakan yang terjadi, salah satunya yaitu DI/TII pimpinan S.M Kartosoewiryo yang bertujuan mendirikan Negara Islam.

DI/TII merupakan perjuangan yang paling terlama ditumpas karena masyarakat pada waktu itu juga mendukung, dan Daud Beureueh di Aceh, Amir Fattah di Jawa Tengah, Ibnu Hadjar di Kalimantan Selatan, dan Kahar Muzakkar di Sulawesi Selatan ikut bergabung dengan DI/TII Jawa Barat Pimpinan Kartosoewiryo. DI/TII bertahan dari 1949-1962.

Lalu Partai Masyumi yang sebelumnya populer, bahkan anggotanya pernah menduduki jabatan Perdana Menteri seperti M.Natsir, Sukiman Wirdjosandjojo, dan Burhanuddin Harahap. Kemudian menjadi nomor dua di Pemilu 1955 dan memperjuangkan Islam dlsebagai dasar negara di Konstituante. Akhirnya dibubarkan bersamaan Partai Sosialis Indonesia pada tahun 1960 oleh Bung Karno-karena dianggap anggotanya terlibat pada pemberontakam PRRI.

Untuk ranah Pendidikan Islam, pada masa orde lama adalah berkembangnya Madrasah-Madrasah, Masuknya pelajaran agama di Sekolah Umum bahkan swasta, Perguruan Tinggi Islam dan lain-lain. Peran Muhammadiyah bahkan NU sangat terasa pada era ini, apalagi terkait pesantren-pesantren bahkan perjuangan dakwah oleh kalangan kepemudaan.

Tapi ketika tahun 1949-1965 dimana era Demokrasi Terpimipin yang semuanya di bawah komando Presiden Soekarno, banyak pemikir Islam yang ditahan akibat terlalu kritis terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah diantaranya Buya Hamka, Syarifuddin Prawinegara, Burhanuddin Harahap, dan lain-lain.

Periode Orde Baru

Pada era Orde Baru ini, umat Islam sangat berharap pada Presiden Soeharto yang baru menjabat pada waktu itu. Untuk membuat Islam lebih berkembang dan menjadi kekuatan utama.

Tapi yang terjadi kemudian adalah penolakan-penolakan bahkan diskrimanasi pemerintah terhadap umat Islam.
Seperti permintaan Masyumi direhabilitasi atau diadakan kembali, tapi ditolak oleh pemerintah. Pada tahun 1968 diusulkan untuk legalisasi Piagam Jakarta tapi ditolak di sidang MPRS. Begitupunpenyelanggaraan Kongres Umat Islam Indonesia tidak dikabulkan.

Kegiatan-kegiatan dakwah harus memiliki izin, karena adanya sikap saling mencurigai. Semua organisasi juga harus berazas tunggal Pancasila.

Lalu pada tahun 1973, dengan alasan stabilitas nasional, Pemerintah Orde Baru melakukan fusi atau penggabungan partai menjadi 2 partai saja ditambah Golkar yang merupakan penyokong utama Orde Baru.
Kemudian berdirilah PPP atau Partai Persatuan Pembangunan pada 5 Januari 1973, disinilah partai-partai Islam digabungkan diantaranya NU, PSII, Perti, dan Parmusi.

Dengan adanya fusi ini membuat gerakan Islam di bidang politik menjadi terhambat, apalagi Orde Baru mempunyai Golkar sebagai mesin politik untuk membungkan partai Islam di parlemen.
Begitupun di kampus-kampus, gerakan mahasiswa dibatasi, para pendakwah atau dai seringkali dipenjarakan karena dianggap membahayakan.

Arah politik orde baru salah satunya ialah depolitisasi Islam, tujuannya adalah untuk menghambat gerakan Islam karena dianggap terlalu beresiko dengan massa yang begitu banyak .

Mungkin dari segi politik Islam dihambat, dibungkam dan sebagainya. Tapi secara kultural di masyarakat, Islam susah untuk dibendung, apalagi masa-masa terakhir pemerintahan Soeharto, yang semakin dekat dengan Islam walaupun punya tujuan tertentu.

Seperti Tabligh Akbar yang di kunjungi ribuan orang, seminar-seminar keislaman di kampus-kampus, pendirian Bank Muamalat, Pembentukam ICMI( Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia), Jumlah jamaah Haji ditingkatkan, dan sebagainya.

Periode Reformasi

Setelah jatuhnya Rezim Orde Baru, kemudian dilanjutkan dengan era Reformasi yang dimulai dengan diangkatnya B.J Habibie sebagai Presiden RI.

Banyak hal yang berubah, dijaminnya kebebasan pers, pembebasan Tahanan Politik, Pemberantasan KKN, bebasnya pembentukan partai politik dan sebaginya.

Karena banyaknya partai politik dibentuk, maka secara fantastis pada Pemilu 1999 diikuti 48 Parpol dan PDIP menjadi pemenangnya.

Partai politik Islam dimana-mana, sudah bebas untuk berideologi Islam. Walaupun negara tetap menggunakan Pancasila, tapi Parpol Islam bisa berkembang.

Hal itu terbukti dengan diadakannya Pemilihan Presiden secara langsung pada 2004. Dengan parpol Islam bisa menyodorkan kadernya untuk menjadi calon.

Begitupun di daerah-daerah, siapapun boleh menjadi Kepala Daerah, inilah yang dimanfaatkan partai Islam untuk untuk membuat kadernya menjadi Kepala Daerah.

Tidak hanya di bidang politik saja, diseluruh lini kehidupan Islam mulai bebas bergerak tanpa dihambat atau keterbukaan dalam berpendapat.

Acara-acara dakwah di TV bisa kita nonton setiap saat, sekolah-sekolah yang berbasis keislaman berkembang pesat terutama pesantren, gerakan mahasiswa maupun pemuda Islam dimana-mana baik dalam bentuk komunitas maupun organisasi, Dai bebas berdakwah, dan masih banyak lagi.

Apalagi untuk saat ini, dimana kemudahan mengakses internet semakin membaik, dimana berdakwah bisa dilakukan di media sosial dengan begitu cepat bisa tersebar luas.

Dengan begitu gerakan hijrah terjadi dimana-mana, membludaknya peserta kajian-kajian, berdirinya komunitas hijrah, syariat-syariat Islam ditegakkan, dan sebagainya.

Maka dari itu berkat konsistensi dakwah yang dilakukan orang-orang terdahulu, sehingga kita bisa menikmati indahnya khazanah dakwah sampai hari ini. (*)


Penulis merupakan mahasiswa jurusan Manajemen dakwah UIN Alauddin Makassar, punya hobi nulis seperti opini, cerpen, dan puisi.

Exit mobile version