Site icon TAJDID.ID

Ironi Jenazah Pandemi Corona

Dilanda pandemik corona, memperebutkan hingga menolak pemakaman jenazah yang terkonfirmasi Covid-19 menjadi urutan persoalan di negeri ini. Bagi yang memperebutkan, tak percaya bahwa suatu jenazah telah terinfeksi oleh virus corona. Bermodalkan ketidakpercayaan, dengan tanpa rasa khawatir jenazah dibawa secara sembunyi-sembunyi dari rumah sakit, ditambah melakukan perlawanan terhadap petugas keamanan ataupun kepolisian.

Adapun suatu jenazah dari pihak keluarga tertentu tak ingin dikebumikan/dimakamkan secara protokol Covid-19 karena selama ini terdapat temuan hasil rapit test keliru terhadap Pasien Dalam Pantauan (PDP), tapi kemudian diketahui setelah jenazah dikebumikan secara protokol Covid-19.

Demi keselamatan bersama, tentu saja sangat berbeda ketika jenazah dikebumikan dengan standar protokol Covid-19. Semua prosesi/penyelenggaraan mengurus jenazah dilaksanakan oleh Gugus Tugas Covid-19.

Terhadap yang menolak jenazah, sebagian masyarakat sangat percaya bahwa jenazah yang akan dikebumikan dapat menularkan virus corona apalagi kepada warga di lingkungan sekitar perkuburan. Kepercayaan masyarakat terhadap jenazah terinfeksi Covid-19 dapat menularkan virus corona diakibatkan kurang sosialisasi. Padahal, menurut Jubir Covid19 Sumut Aris Yudhariansyah, virus corona hanya dapat tertular melalui, droplet, percikan ludah. Dan apabila menggunakan masker serta cuci tangan sesering mungkin dapat menghilangkan resiko tertular oleh virus corona.

Hasil Rapid test keliru bikin seteru
Seseorang merasa sedih ketika orang terdekatnya telah meninggal dunia. Kesedihan itu kian bertambah ketika jenazah kerabat dikebumikan secara protokol Covid-19 namun faktanya hasil test konfirmasi terinfeksi corona membuktikan negatif.

Di Ambon misalnya, massa nekat menghadang mobil ambulans dan mengambil paksa jenazah pasien positif corona. Massa terlibat aksi saling dorong dengan polisi dan petugas pengantar jenazah, pihak keluarga kemudian membawa jenazah ke rumah duka yang tak jauh dari lokasi kejadian. Setelah dilakukan mediasi, akhirnya pihak keluarga merelakan kerabatnya dimakamkan secara protokol Covid-19.

Almarhum Nurhayati, sebelum meninggal dunia ia dilarikan ke rumah sakit karena gejala stroke. Sebagaimana prosedur wajar banyak rumah sakit pada masa pandemic. Nurhayati juga menjalani sejumlah pemeriksaan COVID-19, salah satunya rontgen dada. Ternyata, dokter menemukan infeksi di paru-paru kiri bagian bawah. Hal itulah yang membuat Nurhayati dinyatakan sebagai PDP Covid-19, di samping harus menjalani perawatan stroke. Belum juga hasil swab keluar, Nurhayati lebih dulu berpulang. Situasi inilah yang jadi pangkal perdebatan antara keluarga dan rumah sakit. Alhasil, anak dari almarhum Nurhayati menolak untuk dimakamkan secara protokol Covid-19 – menghadang ambulans untuk membawa jenazah Nurhayati dengan merebahkan badan di atas kap ambulans sambil menangis memohon agar dibolehkan membawa Nurhayati pulang. Belakangan hasil tes Covid-19 Nurhayati keluar dan dinyatakan negatif.

Masih ingat kasus seorang ibu hamil asal Kota Padangsidempuan, berstatus PDP Corona, yang meninggal di perjalanan menuju rumah sakit di Medan. Wanita itu mengandung 24 minggu sempat viral di media sosial beberapa waktu lalu, meninggal dalam perjalanan saat dirujuk ke RSUP Adam Malik Medan. Ia dimakamkan di pemakaman khusus pasien Covid-19 di Simalingkar B Medan Tuntutangan. Bernasib sama dengan Nurhayati, belakangan terungkap bahwa hasil swab test wanita mengandung tersebut ternyata negatif.

Penutup
Minimnya sosialisasi, menjadi penyebab utama dari persoalan memperebutkan ataupun menolak pemakaman jenazah yang terkonfirmasi positif virus corona. Jenazah yang diambil paksa dari rumah sakit, menurut pemberitaan dari media massa merupakan jenazah yang terkonfirmasi positif virus corona.

Selain itu, hasil rapid test yang keliru membikin perseteruan antara kerabat dari jenazah terhadap petugas medis dapat menggerus tingkat kepercayaan kepada rumah sakit dalam penanganan pandemi Covid-19.  Alangkah lebih baiknya, untuk penanganan di rumah sakit rapid test ditiadakan, cukup menggunakan test PCR/swab agar hasil lebih akurat.

Sementara untuk penumpang jasa transportasi, perkantoran dan fasilitas yang mengundang kerumunan manusia, masih dapat mengandalkan rapid test demi mempersingkat waktu terhadap hasil sementara sebelum melakukan swab test.

Kepercayaan masyarakat terhadap dunia medis masih tinggi walaupun banyak terdapat segelumit persoalan terhadap penangangan pasien/proses pemakaman terkonfirmasi Covid-19. Karena Covid-19 bukanlah penyakit yang dapat disembuhkan melalui pengobatan alternatif seperti patah tulang. Covid-19 merupakan virus yang sangat cepat mengintai pertahanan tubuh manusia. Seandainya ada pengobatan alternatif untuk Covid-19 mungkin masyarakat tak akan membawa kerabatnya ke rumah sakit agar kejadian perebutan dan penolakan jenazah yang serupa tak terulang kembali.(*)

 

Penulis Kontributor Koran Cerdas UMSU

Exit mobile version