• Profil
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Kirim Tulisan
  • Pasang Iklan
Senin, Januari 25, 2021
TAJDID.ID
Iklan
  • SAJIAN
  • Kejadian
    • INTERNASIONAL
    • NASIONAL
    • DAERAH
    • MEDSOS
    • PENGUMUMAN
  • Gagasan
    • OPINI
    • ESAI
    • RESENSI
  • Gerakan
    • MUHAMMADIYAH
      • PTM/A
      • AUM
      • LAZISMU
      • MDMC
      • MCCC
      • MUKTAMAR
    • ‘AISYIYAH
    • ORTOM
      • PM
      • NA
      • IMM
      • IPM
      • HW
      • TS
  • Kajian
    • KEISLAMAN
    • KEBANGSAAN
    • KEMUHAMMADIYAHAN
    • SAINS
    • KESEHATAN
  • Teladan
    • DUNIA
    • NASIONAL
  • Jambangan
    • PUISI
    • CERPEN
  • Renungan
    • SYAHDAN
    • KUTIPAN
  • Tulisan
    • PEDOMAN
    • ULASAN
    • PERCIKAN
    • TILIKAN
  • RINGAN
    • KIAT
    • CELOTEHAN
No Result
View All Result
  • SAJIAN
  • Kejadian
    • INTERNASIONAL
    • NASIONAL
    • DAERAH
    • MEDSOS
    • PENGUMUMAN
  • Gagasan
    • OPINI
    • ESAI
    • RESENSI
  • Gerakan
    • MUHAMMADIYAH
      • PTM/A
      • AUM
      • LAZISMU
      • MDMC
      • MCCC
      • MUKTAMAR
    • ‘AISYIYAH
    • ORTOM
      • PM
      • NA
      • IMM
      • IPM
      • HW
      • TS
  • Kajian
    • KEISLAMAN
    • KEBANGSAAN
    • KEMUHAMMADIYAHAN
    • SAINS
    • KESEHATAN
  • Teladan
    • DUNIA
    • NASIONAL
  • Jambangan
    • PUISI
    • CERPEN
  • Renungan
    • SYAHDAN
    • KUTIPAN
  • Tulisan
    • PEDOMAN
    • ULASAN
    • PERCIKAN
    • TILIKAN
  • RINGAN
    • KIAT
    • CELOTEHAN
No Result
View All Result
TAJDID.ID
No Result
View All Result

Santri dan Politik

Shohibul Anshor Siregar by Shohibul Anshor Siregar
24 Juni 2020
in OPINI, ULASAN
0
Santri dan Politik

Ilustrasi santri. (foto: hmass.co)

Bagikan di FacebookBagikan di TwitterBagikan di Whatsapp

Masih kerap muncul pertanyaan dalam dunia politik Indonesia kontemporer tentang hubungan agama dan negara (politik). Rasanya ini bukan hanya karena ignorance (ketaktahuan) belaka di tengah orang awam yang jumlahnya besar, melainkan juga karena adanya niat untuk melemahkan kekuatan politik umat Islam di Indonesia.

Lazimnya disebut politik identitas manakala sikap dan preferensi politik warga didasarkan pada pertimbangan nilai primordialitas tertentu. Politik identitas itu lazimnya semakin dianggap berbahaya jika primordialitas atau aspek identitas yang ditonjolkan itu ialah agama. Jadi atas nama pertimbangan primordialitas, apalagu agama, politik itu dianggap buruk. Tidak sehat. Terbelakang.

Padahal semua politisi tetap berkeinginan beroleh dukungan dari kalangan komunitas agama secara kolektif. Cara yang umum dilakukan ialah berusaha memikat pemimpon pondok pesanteren. Tak semua politisi yang berusaha beroleh dukungan santri itu beragama Islam. Karena itu cukup sulit juga membayangkan politisi non-muslim dianggap wajar beroleh dukungan dari komunitas Islam namun politisi Islam tidak perlu didukung oleh komunutas non-muslim. Fakta-fakta ini cukup luas tersebar dalam fenomena pilkada di Indonesia.

Jadi politisi Indonesia tak mungkin tak menghitung kekuatan umat Islam dan ingin beroleh dukungannya. Itu dianggap sangat baik. Tetapi jika kalangan santri ingin berkuasa dengan terjun ke dunia politik dipandang berbahaya karena dimaknai sebagai politik identitas. Santri dan agamawan juga dianggap tak layak terjun ke dunia politik.

 

Kasus Indonesia

Politik identitas ala Indonesia selalu tampil dengan penandaan yang kuat dengan afiliasi keagamaan yang salah satu basisnya ialah pesanteren. Ini tidak aneh karena sejatinya politik itu concern dengan perjuangan kepentingan identitas. Ini yang sukar diteruma banyak orang. Politik itu sendiri pun kerap didefinisikan “who gets what (kind of value) when and how (by what mean)”. “Who” (siapa) sebagai subjek politik bermakna orang atau komunitas dengan identitasnya secara utuh yang tak mungkin dipisahkan dari identitasnya itu. Dengan identitas itulah dia hidup. Mengapa ia tak dihargai dengan identitas itu?

Lihatlah semua negara di Eropa, lihat juga Ameria dan semua negara lainnya di dunia ini. Pastilah semua berdiri dengan acuan nilai dominan bangsanya dan itu adalah identitas. Mereka mempertaruhkan identitas. Meskipun begitu penting nilai mayoritas sebagai pembentuk identitas itu, Indonesia tidak perlu meniru Amerika yang hari-hari belakangan ini terus menunjukkan kegamangannya karena kesukaan rasialis dan rasistik.

Yakinlah bahwa nilai Islam menyelesaikan berbagai cacat dalam praktik seperti itu dengan sebaik-baiknya. Paling tidak konstitusi pertama di dunia (Piagam Madinah) telah menjadi bukti yang kuat dalam sejarah Islam dan diakui sepanjang sejarah.

Salah satu ormas Islam pemilik terbesar pesanteren di Indonesia malah pernah tercatat dengan keterlibatan yang intens dalam politik. Meski belakangan kembali ke khittah (tak lagi berpolitik praktis) namun secara tidak langsung dan melalui orang-orangnya masih terus dengan keterlibatan intens dalam politik hingga saat ini.

KH Ma’aruf Amin adalah tokoh abad 21 yang menjelaskan bagaimana lakon seorang ulama mampu menundukkan proses politik penentuan Presiden dalam pemilu. Keperkasaan preferensi politik identitas berbasis keagamaan yang melukiskan keniscayaan pengaruh pesanteren terlihat jelas.

Tentu kini Ma’aruf Amin tak lagi mengurus pesanteren secara langsung, begitu pun Majelis Ulama dan juga tak lagi mengurus lembaga keuangan syariah yang dulu digelutinya secara intens dan penuh waktu.

 

Para Pendiri Bangsa

Kisah KH Ma’aruf Amin bukanlah hal baru di Indonesia. Gus Dur juga santri dan pernah memimpin NU. Sejarah Indonesia pun dihiasi oleh besar dan kuatnya pengarus aktivis Islam intelektual bahkan sejak proses pendirian NKRI.

BPUPKI, PPKI dan bahkan Badan Konstituante memiliki bintang pemikir dari kalangan ulama yang amat cemerlang. Bahkan meŕeka di dalam event sejarah itu tercatat berhasil mendialogkan keniscayaan Islam sebagai dasar negara dan memutuskannya meski yang mereka hadapi adalah kaum non-muslim dan kaum sekuler.

Ingatlah karya mereka yang antara lsin ternukil pada Pancasila yang sila pertamanya ialah “Ketoehanan dengan kewadjiban mendjalankan sjariat Islam bagi pemeloek-pemeloeknja”. Jika belakangan sila pertama itu berubah menjadi “Ketoehanan yang Maha Esa” prosesnya bukan melalui musyawarah mufakat sebagaimana dilalui penuh gairah hingga ditandatangani (Piagam Jakarta yang sekaligus menjadi Mukaddimah UUD 1945, dan tadinya direncanakan sebagai Naskah Proklamasi) tanggal 22 Juni 1945.

Kabinet Indonesia pun tak sepi dari catatan sukses tokoh Islam. Mohd Natsir dan Burhanuddin Harahap (Perdana Menteri) dan dua Presiden RI, selain Gus Dur, adalah intelektual Islam (Sjafroeddin Prawiranegara dan Assaat).
Resistensi atas kiprah tokoh Islam dalam dunia politik itu memang belakangan begitu menguat dengan tudingan politik identitas. Tetapi seingat saya tudingan itu tidak begitu terdengar ketika partai Kristen dan partai Katholik masih ada di Indonesia tahun 2000-an.

Aneh juga kiprah politik Islam akan terus disudutkan di negeri yang dimerdekakan oleh para syuhada Islam hanya karena partai milik Kristen dan Katholik sudah bubar.

 

Berbasis Kemampuan

Tetapi tentu saja tak sembarang tokoh dan tak sembarang santri cocok untuk direkomendasikan ke dunia politik. Politik harus menjadi jalan bagi penyelesaian berbagai masalah. Karena itu politisi primordial tak boleh hanya bermodalkan dukungan mayoritas atas dasar kesamaan agama.

Sesewaktu resistensi orang terhadap agamawan di dunia politik dikarenakan pemahaman bahwa politik itu kotor dan agamawan tidak seharusnya ada di sana.

Padahal politik tak hanya bisa dibuat tak kotor atau bersih. Tergantung kepada orang yang berkuasa dalam politik. Karena itu politik tak boleh sepi dari figur agamawan dan jika mereka melakukan kesalahan dunia tak lantas kiamat. Paling berbahaya tokoh umat yang agamawan tidak ada di dalam kelembagaan politik.

Innallaha layughaiyyiru ma bikaumin hatta yughayyiru ma bi anfusihim. Wallau muwaffiq ila aqwamuththariq.


Shohibul Anshor Siregar, Dosen FISIP UMSU. Koordinator Umum Pengembangan Basis Sosial Inisiatif & Swadaya (‘nBASIS).

Tags: politiksantrishohibul anshor siregar
Previous Post

Mahasiswa UMSU Ukir Prestasi di Kopetisi Video Kreatif HUT Kodam 1 Bukit Barisan

Next Post

Pimpinan MPRS Penandatangan Ketetapan MPRS Nomor XXV Tahun 1966

Related Posts

Harapan Alumni untuk Kepemimpinan Baru UIN Sumut dalam Persfektif Kekinian

Harapan Alumni untuk Kepemimpinan Baru UIN Sumut dalam Persfektif Kekinian

24 Januari 2021
Refleksi Sarang Laba-laba dalam al~Qur’an

Refleksi Sarang Laba-laba dalam al~Qur’an

14 Januari 2021
Transparansi Pengelolaan Dana Haji oleh BPKH RI

Transparansi Pengelolaan Dana Haji oleh BPKH RI

14 Januari 2021
Kompleksitas Jalinan Antara Muhammadiyah dan Kekuasaan

Kompleksitas Jalinan Antara Muhammadiyah dan Kekuasaan

12 Januari 2021
Penataan Politik Indonesia

Penataan Politik Indonesia

8 Januari 2021
Menakar UU Ciptaker Bab X dan PP Nomor 74 Tahun 2020 tentang LPI 

Menakar UU Ciptaker Bab X dan PP Nomor 74 Tahun 2020 tentang LPI 

7 Januari 2021
Next Post
Pimpinan MPRS Penandatangan Ketetapan MPRS Nomor XXV Tahun 1966

Pimpinan MPRS Penandatangan Ketetapan MPRS Nomor XXV Tahun 1966

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

SOROTAN

  • Tiga Puisi Tentang Nabi Muhammad SAW Karya Taufiq Ismail
    Tiga Puisi Tentang Nabi Muhammad SAW Karya Taufiq Ismail
  • 4 Ketua PDM dan Alumni Bertekad Aktifkan Kembali Pesantren Darul Arqam Kerasaan
    4 Ketua PDM dan Alumni Bertekad Aktifkan Kembali Pesantren Darul Arqam Kerasaan
  • Harapan Alumni untuk Kepemimpinan Baru UIN Sumut dalam Persfektif Kekinian
    Harapan Alumni untuk Kepemimpinan Baru UIN Sumut dalam Persfektif Kekinian
  • Shohib: Kasus Jilbab Siswi Non Muslim di Sumbar Bukan Representasi Umat Islam
    Shohib: Kasus Jilbab Siswi Non Muslim di Sumbar Bukan Representasi Umat Islam
  • Mahasiswa UMSU Juara International Accounting and Auditing Competition
    Mahasiswa UMSU Juara International Accounting and Auditing Competition

TERDEPAN

  • Tiga Puisi Tentang Nabi Muhammad SAW Karya Taufiq Ismail

    Tiga Puisi Tentang Nabi Muhammad SAW Karya Taufiq Ismail

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Said Didu Ingin Belajar kepada Risma Bagaimana Cara Melapor ke Polisi Biar Cepat Ditindaklanjuti

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Din Syamsuddin: Kita Sedang Berhadapan dengan Kemungkaran yang Terorganisir

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Putuskan Sendiri Pembatalan Haji 2020, DPR Sebut Menag Tidak Tahu Undang-undang

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Dokter Ali Mohamed Zaki, Dipecat Usai Temukan Virus Corona

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

© 2019 TAJDID.ID ~ Media Pembaruan & Pencerahan

Anjungan

  • Profil
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Kirim Tulisan
  • Pasang Iklan

Follow Us

No Result
View All Result
  • SAJIAN
  • Kejadian
    • INTERNASIONAL
    • NASIONAL
    • DAERAH
    • MEDSOS
    • PENGUMUMAN
  • Gagasan
    • OPINI
    • ESAI
    • RESENSI
  • Gerakan
    • MUHAMMADIYAH
      • PTM/A
      • AUM
      • LAZISMU
      • MDMC
      • MCCC
      • MUKTAMAR
    • ‘AISYIYAH
    • ORTOM
      • PM
      • NA
      • IMM
      • IPM
      • HW
      • TS
  • Kajian
    • KEISLAMAN
    • KEBANGSAAN
    • KEMUHAMMADIYAHAN
    • SAINS
    • KESEHATAN
  • Teladan
    • DUNIA
    • NASIONAL
  • Jambangan
    • PUISI
    • CERPEN
  • Renungan
    • SYAHDAN
    • KUTIPAN
  • Tulisan
    • PEDOMAN
    • ULASAN
    • PERCIKAN
    • TILIKAN
  • RINGAN
    • KIAT
    • CELOTEHAN

© 2019 TAJDID.ID ~ Media Pembaruan & Pencerahan

Login to your account below

Forgotten Password?

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In