Site icon TAJDID.ID

Jama’ah Broadcasting Idul Fitri

Ilusrasi ibadah daring (Foto: Akurat.co)

 

 

 

Oleh: Shohibul Anshor Siregar, Dosen FISIP UMSU


Realitas keberagamaan umat Islam Indonesia sangat beragam. Tak berlebihan untuk mengatakan bahwa sebagian besar di antaranya diperkirakan merasa tak mampu melaksanakan ibadah secara mandiri, khususnya shalat.

Misalnya, karena anjuran stay at home dan tarawih di rumah, maka banyak orang tanpa imam merasa tak mampu shalat tarawih, dan akhirnya lebih memilih tak sholat tarawih.

 

Stok Hafalan Ayat

Kesulitannya mungkin lebih besar pada stok hafalan ayat. Jika shalat Isya memerlukan hafalan 2 surah atau potongan surah dari ayat al-Quran; dan jika tarawih itu dilaksanakannya 4 rakaat satu salam, dikali dua, dan ditambah 3 rakaat witir, maka secara keseluruhan diperlukan hafalan 13 surah atau potongan surah dari ayat Alquran diperlukan. Idealnya memang begitu.

Realitas keberagamaan ini memerlukan manajemen keumatan yang lebih directif. Tuntunan-tuntunan yang dibuat dalam menghadapi covid-19 kurang menghitung realitas ini. Sayangnya ramadhan sudah hampir berlalu.

Menghadapi Idul Fitri

Dalam menghadapi Idulfithri beberapa hari ke depan, lembaga-lembaga keagamaan Islam pun harus berkumpul kembali untuk mencari kesepakatan melebihi kesepakatan-kesepakatan yang pernah terjadi sebelumnya sebagaimana dalam menentukan awal dan akhir Ramadan berdasarkan keker mengkeker hilal.

Mereka perlu mematwakan bahwa untuk zona merah covid-19 yang tak memungkinkan pelaksanaan sholat Idul Fitri di masjid atau di lapangan, tuntutan tidak hanya sebatas tata cara sholatnya. Melainkan jama’ah sholat idul fitri dilaksanakan dengan fasilitasi broadcasting.

 

Peran Lembaga Penyiaran TVRI

Indonesia memiliki TVRI yang dapat digunakan untuk maksud itu. Misalnya untuk wilayah yang memiliki waktu yang sama dengan Jakarta, jama’ah idulfithri di setiap rumah di zona merah Covid-19 dikendalikan oleh imam yang disiarkan langsung oleh TVRI Jakarta. Di daerah-daerah ada stasiun lokal yang juga akan berperan sama menyiarkan shalat idul fitri.

Dimensi kefatwaan yang sifatnya untuk meyakinkan umat dalam pelaksanaan shalat jama’ah idul fitri broadcasting seperti inilah yang diperlukan untuk disepakati oleh lembaga-lembaga keagamaan Islam.

Mungkin saja Kementerian Agama tak terfikir, tetapi wajib saling mengingatkan. Muhammadiyah sebagai organisasi tertua dan NU sebagai organisasi terbesar, segeralah mengambil langkah untuk kepentingan umat terlebih pada masa darurat ini. (*)

 

Exit mobile version