Oleh: Dr Mohammad Yusri Isfa MSi, Ketua LPCR PWM Sumatera Utara dan Ketua Pusat Kajian Kebijakan Pembangunan Strategis UMSU
Entah kenapa beberapa hari terakhir ini saya melihat langit di atas kota Medan dan kawasan Deli Serdang begitu cerah, sehingga pegunungan Bukit Barisan begitu tampak, sekalipun dari kejauhan belum pernah relatif secerah ini udara diatas kota Medan dan beberapa daerah yang saya konfirmasi dari beberapa orang sahabat.
Mungkin Udara itu cerah karena kurangnya polusi sebagai akibat berhentinya Industri manufaktur, penerbangan dan lain-lainya, sebagai akibat stay at home Covid-19? Seakan fikiran ini berbalik secara paradoks, adakah selama ini bumi, laut, udara sudah begitu kotor, sehingga Allah ingin membersihkannya dari puing-puing kerusakan itu. Ibarat hand-phone kita yang sudah banyak virus di dalamnya ingin kita bersihkan, ingin kita restart, supaya bersih dari variabel yang mengganggu gedjed kita yang selalu kita bawa kemanapun. (Ada anekdot “kalo isteri tertinggal, kita gak kecarian, tapi kalo HP tertinggal, setengah mati kita mencarinya).
Begitulah kira-kira bumi atau alam beserta isinya ini. Mungkin bumi ini telah banyak dikotori oleh sampah, baik sampah dalam arti hakiki maupun makna majazi.
Pertama, secara hakiki persoalan sampah bumi ditandai dengan telah terjadinya global warning, misalnya dengan efek rumah kaca, tercemarnya laut, sungai, danau yang mengakibatkan biota laut terusik. pencemaran udara dari banyaknya fabrik yang sengaja atau tidak sengaja telah merusak atau membuat terkontaminasinya udara bersih, buah buahan/tanaman, air yang sangat dibutuhkan bagi setidaknya makhluk termasuk manusia. Padahal dalam surat Al Baqarah ayat 22 Allah telah memberikan bumi sebagai hamparan, langit sebagai atap, dari langit turunlah hujan, dan dari hujan tumbuh pula buah-buahan sebagai rezeki buat manusia. Allah tidak menghendaki tandingan atasnya.
Dari ayat di atas nyata sesungguhnya manusia telah melanggar apa yang disyaratkan-Nya. Manusia telah melakukan kerusakan di atas bumi ini. Manusia telah melampaui batas batas kewajaan dalam mengelola alam semesta. Dengan teknologi, dengan ilmu pengetahuan yang tidak didasari oleh iman dan taqwa, maka dampak negatif yang ditimbulkannya bisa jadi akan merusak alam dan makhluk hidup.
Kedua, bahwa dalam makna majazi kerusakan bumi saat ini disinyalir juga telah banyak manusia yang berbuat kotor, rusaknya akhlak, perbuatan korupsi, kemaksiatan, kejahatan transnasional maupun internasional seperti narkoba, hubungan sejenis dengan induk nya bernama LGBT. Semuanya yang berakibat pada berbagai problem sosial.
Kita liat saat ini bumi telah penuh sesak dengan akibat dari kekotoran kekotoran itu. Problem sosial sepeti kemiskinan, terlebih masa pandemi Covid-19 ini. Orang atau individu yang berpenghasilan di bawah 400.000 per bulan meningkat tàjam mencapai 67 juta dari 25 juta sebelumnya (data BI 2020). Kemudian merebaknya penyakit penyakit sosial masyarakat lainnya seperti perjudian, perampokan dengan kekerasan. Di kehidupan rumah tangga tidak jarang saat ini kita temui rusaknya akhlak anak anak remaja dan orang tua, broken home, fre sex.
Ketiga, Efek covid 19 terhadap PHK. Masya Allah, sepanjang kuartal pertama tahun 2020, hampir setengah juta perusahaan di China terpaksa tutup permanen akibat wabah virus corona. Dilansir dari South China Morning Post, lebih dari 460.000, belum lagi tenaga kerja yang menganggur akibat penutupan perusahaan-perusahaan itu.
Dilansir dari CNBC Indonesia, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani, menyebutkan hampir semua sektor terdampak Covid-19. Di bidang pariwisata sudah ada 698 hotel yang tutup, transportasi daerah yang beroperasi tinggal 10% hingga industri manufaktur yang mengalami kesulitan cash flow atau bahkan minus karena produksi tak maksimal bahkan stop.
Saya melihat dari dua data di atas akan ada beberapa banyak karyawan yang terkena PHK. Tentu dari perspektif sosial sangat rawan terhadap dampak ikutannya kedepan ini. Dampak ikutan pastilah menggelembungnya angka pengangguran, bisa jadi diikuti kejahatan kejahatan. Orang akan cenderung berbuat kemaksiatan ketika fakir. Bukankah hadis juga menyebut begitu “kefakiran lebih dekat dengan kekufuran/ kemaksiatan”
Keempat, maka dari perspektif teologis, sebagai ummat beragama tentu kita yakin dan percaya bahwa fenomena fenomena pertama, kedua dan ketiga dalam tulisan ini, tidak terlepas dari apa yang di syariatkan oleh Allah dalam al-Qur’an surat ke 2 ayat 155 dan 166, yang artinya “Dan kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah buahan.Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang orang yang sabar. Yaitu apabila orang orang yang ditimpa musibah,mereka berkata “sesungguhnya kami mailik Allah dan kepadanyalah kami kembali”.
Allah Sedang Me-restart Bumi
Kita liat fenomena2 diatas dan wabah Covid 19 saat ini sungguh ujian berat. Lihatlah rasa ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa sepertinya hari ke hari menggeluti di sekeliling kita.
Tapi diatas semua itu yakinlah bahwa Allah tengah menguji kita, mungkin Allah sedang membersihkan kekotoran-kotoran bumi ini. “ALLAH SEDANG ME RESTART BUMI” supaya lebih bersih.
Karena itu, sabar lah kita semua, ikuti protap yang sudah dikeluarkan ulama, umaro kita, agar kita terhindar dari bagian yang akan disingkirkan Allah SWT. Sabar untuk tidak keluar rumah, sabar untuk tidak ke mall, sabar untuk stay at home (dirumah saja), sabar sementara utk tidak jamaah di masjid bagi daerah terpapar. “Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu”. (*)
Bahan Bacaan;
- Ibnu Within Imayakiyah, Panduan Hukum Islam jilid 1,2,3,4
- Tafsir Ibnu Natsir 1 sd 12
- Al Lu’lu Wal Makan, Kumpulan Hadits Hadiys Sohib Bukhari Muslim
- Mohd Yusri Isfa, Pengembangan Organisasi, (Narasi Baru Kebijakan Pengembangan Wilayah melalui Dakwah Kreatif Muhammadiyah)
Medan, 13 Ramadhan 1441 H