TAJDID.ID || Masyarakat Hukum Tata Negara Muhammadiyah (MAHUTAMA) akan menggelar Webinar dengan tema “Menggugat Perppu Covid-19”. Webinar rencananya diselenggarakan via aplikasi Zoom dengan ID: 696 619 283 dan Password: MAHUTAMA1 pada Sabtu, 11/4/2020 jam 09.00 WIB.
Adapun Keynote speaker akan disampaikan oleh Din Syamsuddin yang saat ini menjabat Ketua Dewan Pertimbangan MUI Pusat.
Sedangkan pembicara terdiri dari Syaiful Bakhri (Rektor UMJ), Muhammad Fauzan (Guru Besar HTN FH Unsoed), Sulardi (Pakar HTN FH UMM), Iwan Satriawan (Wakil Dekan I FH UMT), Ahmad Yani (Advokat dan Mantan Anggota DPR RI) serta moderator Auliya Khasanofa Sekjend MAHUTAMA.
Aidu FItriciada Azhari Ketua Umum MAHUTAMA menyampaikan, bahwa dalam situasi dan kondisi bagaimanapun, tradisi akademik wajib dikedepankan.
“Maka dari itu MAHUTAMA senantiasa fokus kepada kajian ketatanegaraan aktual untuk memberikan pencerahan, termasuk berkenaan dengan Perppu Covid-19,” ujarnya, Jum’at (10/4).
Sekjend MAHUTAMA Auliya dalam keterangannya menyampaikan bahwa Presiden dengan kewenangannya menurut Pasal 22 ayat (1), (2) dan (3) UUD NRI Tahun 1945 akhirnya menerbitkan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara Dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk menangani Pandemi Covid-19 dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.
Dikatakannya, Perppu dengan judul terpanjang dalam sejarahnya ini lahir sebagai reaksi dari Presiden sebagai Kepala Pemerintahan untuk menangani penyebaran virus Corona (Covid-19) yang mulai mengkhawatirkan di Indonesia. Perppu ini berlaku sejak tanggal diundangkan, yaitu 31 Maret 2020.
Kendati demikian, katanya, sesuai Undang-Undang (UU) No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Perpu masih harus diajukan ke DPR dalam persidangan yang berikut (masa sidang pertama DPR setelah Perppu ditetapkan).
“Perppu Covid-19 ini kemudian menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat yang tengah berjuang menghadapi wabah virus corona,” ungkapnya.
Lanjut Auliya, Perppu Covid-19 yang ditandatangani Presiden di Istana Bogor diduga “memanfaatkan” situasi darurat kesehatan dengan menggunakan kewenangannya menyamakan dengan kegentingan yang memaksa.
Ia menegaskan, persoalan keuangan yang diatur dalam Perppu ini tidak ada soal kegentingan, yang memenuhi indikator Pasal 22 UUD NRI Tahun 1945. Hanya wabah Corona yang memenuhi indikator tersebut, sementara kedua ancaman krisis keuangan dan stabilitas kegentingan nasional itu tidak tepat.
“Termasuk ada pasal 27 dalam Perppu Covid-19 yang dikhawatirkan bisa menciptakan abuse of power maka dari itu perlu diseminarkan oleh MAHUTAMA,” tambah Auliya yang juga Wakil Dekan I FH UMT. (*)