Syahdan. Sorang tukang bangunan terampil yang sudah lanjut usia siap untuk pensiun dan ia mengutarakan niatnya itu kepada majikannya.
“Bos, mengingat umur saya sudah lanjut, sepertinya saya harus pensiun dan berencana menjalani kehidupan yang lebih santai dengan keluarga,” ujar tukang bangunan itu.
Sepenuhnya, tukang bangunan itu sadar, dengan keputusannya dia akan kehilangan gaji, tetapi dia sudah mantap untuk pensiun
Mendengar apa yang disampaikan oleh pekerja yang sangat diandalkannya selama ini, sang majikan merasa sangat kecewa.
“Ya kalau memang itu sudah menjadi keputusan bapak, saya tidak bisa melarang. Tapi kalau boleh sebelum bapak pensiun saya punya satu permintaan pada bapak, tolong bangunkan satu rumah lagi,” kata majikan.
Tukang bangunan menyetujui permintaan majikan, tetapi ia memastikan bahwa ini akan menjadi proyek terakhirnya.
Begitulah, si tukang bangunan mulai mengerjakan proyek terakhirnya. Karena ingin pensiun, si tukang bangunan tidak terlalu serius dan fokus membangun rumah ini. Hatinya tidak ada dalam pekerjaannya. Dia mengerjakan proyek ini dengan asal-asalan dan menggunakan bahan material yang kualitasnya sangat rendah.
Ketika pekerjaan itu kelar, si tukang bangunan melapor kepada majikan dan menunjukkan rumah hasil proyek terakhirnya.
Tiba-tiba sang majikan menyerahkan beberapa kertas dan kunci pintu depan kepada tukang kayu dan berkata; “Ini rumah bapak, hadiah saya untuk Bapak.”
Tukang bangunan itu kaget. Dalam hati kecilnya timbul penyesalan dan berkata; “Sayang sekali! Jika aku tahu bangunan ini akan menjadi rumah saya sendiri, tentutunya aku akan membuatnya lebih baik dari pada rumah lain yang pernah saya bangun selama ini!”.
Pesan Moral
Kisah ini begitu sarat dengan pesan moral kepada kita bersama. Allah SWT telah mengirim kita ke dunia ini untuk misi membangun rumah kita di surga. Caranya dengan mematuhi perintah-Nya dan menjauhi larangan-NYa. Sekarang, kita harus memutuskan seberapa baik kita ingin membangun rumah, tempat di mana kelak kita akan hidup selamanya. (*)