TAJDID.ID-Medan || Kementerian Agama (Kemenag) berencana kan merombak 155 judul buku pelajaran agama yang kontennya dianggap bermasalah, termasuk soal khilafah. Perombakan dilakukan untuk seluruh buku pelajaran agama mulai dari kelas 1 sekolah dasar hingga kelas 12 sekolah menengah atas.
Ketua Lembaga Hikmah dan Kajian publik (LHKP) PW Muhammadiyah Sumatera Utara Shohibul Anshor Siregar mengatakan, para ulama dan intelektual muslim di Indonesia sangat nendesak untuk melakukan kajian atas dampak jangka pendek dan jangka panjang dari rencana kontroversial itu.
“Bahkan dengan melihat potensi umat Islam Indonesia di tengah dunia Islam, ulama dan intelektual muslim dunia juga berkewajiban ikut serta melakukan kajian,” ujar dosen FISIP UMSU ini, Selasa (12/11/2019).
Menurut Shohibul, ada masalah besar yang sedang melanda umat Islam Indonesia saat ini, yakni krisis peluang partisipasi akibat disalahpahami. Dikatakannya, dengan dalih ancaman radikalisasi dan intoleransi umat Islam Indonesia berhadap-hadapan dengan kekuasaan.
“Sayangnya otoritas kekuasaan lebih bersifat politis ketimbang kompetensi akademik ilmiah yang mendorong keperkasaan peran pemerintah sebagai pemegang hak monopoli kebenaran ilahiyah,” katanya.
Ia menuturkan, di India dan Uighur mungkin orang berfikir bahwa sebagai minoritas umat muslim di kedua negara kelihatan rentan atas perlakuan buruk.
“Tetapi apa yang salah dengan posisi mayoritas ini, hingga umat Islam Indonesia menjadi sasaran terus?” tanyanya.
Koordinator n’BASIS ini mengingatkan, bahwa setting pendidikan yang akan digarap menunjukkan rencana perubahan orientasi bahkan tradisi Islam ke depan. Ia mengkhawatirkan hal ini bisa mengulangi krisis Islam Turki yang diterpa sekularisasi dahsyat seiring jatuhnya kesultanan Turki akibat intimidasi pihak Barat.
“Kini tak lagi umum bagi anak didik muslim lulusan pendidikan beberapa dasawarsa lalu yang membaca dan menulis aksara Arab,” ungkapnya.
Shohibul tetap berharap negara meneruskan usaha untuk mengejar maslahat lainnya dalam bidang kualitas manusia terutama dari aspek perlindungan identitas dan hak normatif seperti UU Produk Halal yang sangat diperlukan.
“Saya juga berharap pemerintah tidak mau didikte oleh kepentingan asing terutama terkait isu radikalisme dan segenap hal-hal yang distigmakan lainnya,” pungkasnya. (*)