TAJDID.ID-Medan || Ketua Lembaga Hikmah dan Kajian Publik (LHKP) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara, Shohibul Anshor Siregar mengatakan, umat Islam di Indonesia tidak boleh mengabaikan perjuangan hak-hak normatifnya di negara yang ia sendiri memiliki kepeloporan besar dalam memperjuangkannya, hanya karena dahsyatnya intrik, penekanan dan narasi-narasi penghinaan terhadap dirinya.
“Intrik, penekanan dan narasi-narasi yang menyudutkan itu justru dimaksudkan untuk memojokkan agar umat Islam merasa dirinya bersalah dan berdosa, karena itu tak memiliki gairah lagi untuk memperjuangkan nasibnya,” ujar dosen FISIP Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) ini di Medan, Rabu (23/10/2019)
Buruk tidaknya demokrasi itu sekarang sudah diterapkan di Indonesia. Karena itu, kata Shohibul, umat Islam harus mengevaluasi dirinya. Tuduhan-tuduhan peyoratif semisal radikal, anti pluralitas, anti Bhinneka Tunggal Ika, ISIS, Alqaeda dan lain-lain yang sudah melampaui batas itu harus dihadapi dengan cara seksama.
Bukan cuma itu, lanjut Shohibul, juga tuduhan-tuduhan tentang buruknya politik identitas. Menurutnya, hal yang terakhir itu justru dimaksudkan untuk memajukan politik identitas pihak yang secara paradoksal berhadap-hadapan dengan Islam.
“Pengalaman ini sudah berlangsung sepanjang masa, dan pelajaran sejarah jangan sekali-kali dilupakan,” kata Koordinator .Pengembangan Basis Sosial Inisiatif & Swadaya (n’BASIS) ini.
Shohibul menegaskan, tidak ada politik yang tak merujuk kepada identitas. Bahkan tanpa identitas politik itu sama sekali hampa. Di Indonesia, kata Shohibul, jika dibaca catatan sidang-sidang BPKPKI justru identitas dianggap sebagai nafas kebangsaan Indonesia dan pentolan politik identitas itu adalah the founding father Soekarno.
“Harus disadari, tak di Barat dan tak di Timur, tak sekarang dan tak dahulu kala, warna politik sepanjang masa adalah dialektika dan manajemen persaingan dan perbenturan identitas,” pungkasnya. (*)
Liputan: Mursih