Site icon TAJDID.ID

Dahlan

Marilah menelisik gambar peta barang sejenak. Di bagian sudut kanan atas ada tanda empat mata angin. Di situ, Timur Tengah dan Afrika berada di kawasan barat, sementara Indonesia di bagian paling kanan di atas benua Australia. Paling kiri bagian peta ada benua Amerika. Itu kalau peta tersebut menghampar. Bila peta itu berbentuk globe, maka benua Amerika akan berada di sebelah Indonesia dipisahkan Samudra Pasifik yang sangat luas. Keduanya sangat jauh sehingga tak terjadi koneksi di masa-masa lalu.

Namun, pada masa keemasan Islam, abad ke-8 hingga 13, terjadi koneksi antara Afrika, Timur Tengah, India hingga ke Asia Tenggara, dan lalu naik ke atas, ke China. Dua jalur utama yang menghubungkan itu adalah jalur sutra darat dan laut. Dulu, dibukanya Terusan Suez di Mesir yang menghubungkan Asia-Afrika, membuat waktu tempuh lewat laut menjadi lebih cepat. Di kisaran abad-abad itu, dengan pusat peradaban yang berada di Timur Tengah (Baghdad, Damaskus dan lain-lain), maka kawasan-kawasan yang menjadi jalur perekonomian adalah Afrika dan Asia. Karena itu pula, kedua kawasan itu tingkat perekonomiannya menjadi lebih tinggi dari kawasan Eropa dan Amerika. Dengan sumber daya alam yang melimpah di Asia dan Afrika, maka menjadi wajar kalau ekspansi ekonomi ditujukan ke dua kawasan ini dan bukannya ke Eropa dan Amerika yang lebih sedikit sumber daya alamnya.

Dengan jalur itu, maka Asia Tenggara, di mana kepulaun Indonesia berada di lintas jalur khatulistiwa (lintasan peredaran matahari), menjadi salah satu tujuan utama perdagangan. Dalam pada itu, agama Islam yang menjadi fundamen dari peradaban Timur Tengah, khususnya ketika dimulai Dinasti Abbasiyah di Baghdad, juga menyebar ke Indonesia.

Kejatuhan Baghdad pada abad ke-13 oleh Mongol telah menandai kemunduran Islam. Namun di kawasan Asia Tenggara, peralihan kerajaan-kerajaan maritim nusantara menjadi kerajaan Islam, justru sedang akan mencapai puncaknya menggantikan kerajaan-kerajaan Hindu-Budha. Hingga kemudian masa pun berubah.

Naiknya perekonomian Eropa dengan berekspansi ke negara-negara Asia Afrika, lalu revolusi industri, membuat Eropa semakin berjaya. Hampir seluruh kawasan Asia Afrika dijajah oleh Eropa. Indonesia dijajah Inggris, Portugis dan kemudian Belanda. Berbarengan dengan itu, Eropa juga menyebarkan agamanya, Kristen.

Namun, kontak yang sudah terjadi di antara wilayah-wilayah muslim justru tak terputus melainkan semakin kuat dengan adanya solidaritas keagamaan dan rasa senasib sepenanggungan. Tak heran, muslim dari wilayah Indonesia diterima dengan tangan terbuka di Makkah, Madinah, Mesir dan kawasan Islam lainnya. Adanya arus mobilisasi yang semula hanya dalam kerangka keagamaan dan pendidikan, memerdalam adanya keinginan untuk mengembalikan kedaulatan masing-masing wilayah ke tangan penduduk pribumi kembali. Maka, menggeloralah hasrat kuat untuk melawan kolonialisasi dan kristenisasi dari Eropa di seluruh wilayah nusantara.

Seluruh kawasan nusantara terhubung satu sama lain. Kawasan ini juga terkoneksi dengan pusat-pusat Islam di Timur Tengah dan Afrika. Setiap kelompok mempunyai utusan-utusan yang membawa informasi, keinginan dan rasa persaudaraan satu dengan lain. Peziarah-peziarah itu, para pelajar-pelajar itu adalah para penghubung, para kelompok pembawa berita, informasi, kabar. Ada sebuah kata lagi yang disebut “nisbah” yang salah satu artinya adalah perhubungan keluarga, keturunan. Nisbah dan pembawa berita, dalam bahasa Arab disebut Dahlan. (*)

 

Sumber: https://tukangngarang.wordpress.com


 

 

 

Nirwansyah Putra Panjaitan, Dosen FISIP UMSU

Exit mobile version