TAJADID.ID-Medan || Salahsatu hasil rekomendasi dari Rapat Pleno Partai Golkar Sumut yang digelar pada hari Jum’at (26/7/ 2019) di Kantor DPD Partai Golkar Sumut adalah tentang Golkar yang akan mengusung kader murni terutama yang memiliki suara terbanyak pada Pileg 2019 yang lalu.
Menanggapi hal tersebut, akademisi Suheri Harahap MSi mengatakan, pernyataan hasil rapat pleno yang dihadiri Dr Ahmad Doli Kurnia Tanjung (Plt Ketua Partai Golkar Sumut) masih cenderung dianggap sebagai motivasi dan legitimasi politik dalam mewujudkan solidaritas kader partai, belum menjadi sebuah kebijakan (policy) yang sudah diatur dan disepakati bersama lewat mekanisme partai. “Karena selama ini minimnya kader yang bisa diandalkan atau lebih memilih safety player dengan tokoh-tokoh potensial di daerah” ujar Dosen Fakultas Ilmu Sosial) UIN SU yang juga kader SOKSI Sumatera Utara ini.
Menurut Suheri, Partai Golkar Sumut masih sulit mempraktikkan ide untuk membuat terobosan yang menguatkan kader partai maju pada Pilkada 2020.
Pertama, kondisi dinamika politik internal yang terjadi di Golkar pasca pencopoton Ngongesa Sitepu. Menurutnya, diperlukan stabilitas internal bagi Plt (Pelaksana Tugas) menjadi elemen kekuatan semua stakeholder dan pemangku kepentingan dari sisi internal.
Suheri berharap jabatan ini harus bisa mengantarkan Partai Golkar sampai melaksanakan Musda dengan konsolidasi tanpa melakukan proses pergantian (Plt) di Kabupaten/Kota. Kalaupun ada bisa melahirkan iklim yang tidak sehat untuk mencapai harapan dalam mengusung kader murni tadi. Apalagi menjelang Munas dan Musda terjadi polarisasi dukungan.
“Tapi kita yakin Golkar sudah terbiasa dan mampu keluar dari krisis internal,” tegasnya.
Kemudian konsepsi konsolidasi partai sangat penting untuk menggerakkan mesin partai sehingga dalam setiap even politik seperti Pilkada dapat direalisasikan. Tapi, ia menilai selama ini pola top down yang dibuat dengan evaluasi sepihak dan tarikan kepentingan yang cukup tinggi dan cenderung berafiliasi dengan kekuatan penguasa (pemerintah) membutuhkan model pertarungan pragmatis bergeser ke pertarungan ideoligis. Mungkinkah konsep kader murni bisa menang dan mengapa opsi banyak kader partai lebih memilih lewat jalur independen. Ditambah lagi kebijakan DPP Partai Golkar yang selama ini dianggap tidak konsisten dengan perjuangan pada pencalonan kader murni (internal).
Kedua, lanjut Suheri, istilah kader murni jangan sampai menyempit pada mereka yang lolos di DPRD saja. Tapi perlu dibahas secara komprehensif. Pertama, baik dari aspek sosial, dimana kader murni adalah mereka yang sudah berbuat dan memelihara hubungan sosial dengan masyarakat setempat. Jadi punya track record sosialnya, memiliki moral sosial dan visi pembangunan sosial budaya serta grand design ekonomi yang mumpuni. Artinya benar-benar mendapat dukungan dari berbagai unsur masyarakat. Kemudian, kedua, aspek finansial. Istilah kader murni bukanlah mereka yang memenangkan Pileg 2019 saja dengan suara terbanyak tapi bagaimana dengan finansial kader murni yang akan diusung? Bisakah Partai Golkar menghapus istilah ‘uang sampan’, meminimalisir praktek politik uang, dll.
Menurut Suheri, seluruh kader partai harus berprasangka baik dengan gagasan hasil Rapat Pleno Partai Golkar Sumut. Semoga hasil-hasil kebijakan dan dinamika politik menjelang Munas, Musda dapat terlewati dengan konsep kebersamaan dan terus memberdayakan potensi Ormas yang ada seperti Ormas MKGR, GM KOSGORO 1957, SOKSI, AMPI dll.
Kemudian, sambung Suheri, berjalannya mesin partai pada Pilkada 2020 sampai ke tingkat Pokkar (desa) dan militansi elemen pendukung lainnya akan memudahkan kader murni memenangkan pertarungan Pilkada 2020. Begitu juga terhindarnya Partai Golkar dari konflik internal akan bisa menjayakan kembali trust masyarakat kepada partai Golkar yang berjuang untuk rakyat.
“Bersama rakyat kita menang,” tutupnya.(*).